Kevin Anam Kusuma Mahasiswa Semester 2 Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Lentera24.com - Indonesia merupakan negara agraris d...
Kevin Anam Kusuma Mahasiswa Semester 2 Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga
Lentera24.com - Indonesia merupakan negara agraris dengan populasi hewan ternak yang besar, mulai dari ternak unggas hingga hewan besar seperti ruminansia. Sebagian besar sumber makanan didapatkan dari komoditas hasil peternakan. Pembenahan pengelolaan bidang peternakan menjadi hal yang sangat penting bagi pemerintah, khususnya dalam hal penanganan penyakit ternak. Keberadaan penyakit tentu dapat mengganggu kualitas dan kuantitas produksi yang akan dihasilkan nantinya.
Pada saat ini Indonesia tengah dilanda oleh beberapa penyakit pada hewan ternak terutama sapi yang sangat mengerikan. Nama dari penyakit itu adalah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) disebut sebagai Foot and Mouth Disease (FMD) dan LSD atau Lumpy Skin Disease. Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) disebut sebagai Foot and Mouth Disease (FMD). Jenis penyakit ini disebabkan dari virus tipe A dari keluarga Picornaviridae, genus Apthovirus yakni Apthaee epizootecae.
Lama inkubasi penyakit PMK yaitu 1-14 hari yaitu masa sejak hewan tertular penyakit hingga timbul gejala penyakit. Virus ini dapat bertahan lama di lingkungan dan bertahan pada tulang, kelenjar, susu, serta produk susu. Angka kesakitan ini dapat mencapai 100% dan angka kematian tinggi ada pada hewan ternak muda (Adjid, 2020). Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang terjadi di Indonesia dapat dikategorikan sebagai wabah skala luas walau tak sebesar wabah PMK yang terjadi di Taiwan pada tahun 1997 dan Inggris pada tahun 2001.
Dalam waktu 3 bulan April sampai awal September 2022, dilaporkan hewan sakit mencapai lebih dari setengah juta ekor. Sebanyak 24 provinsi dilaporkan tertular PMK serta beberapa spesies dinyatakan terinfeksi, seperti sapi, kambing, domba, dan babi. Terdapat banyak negara yang belum bisa menyelesaikan masalah setelah puluhan tahun menghadapi PMK. Indonesia bisa bernasib sama jika mengabaikan teknis utamanya mengenai konsep infeksi virus PMK serta masalah vaksin serta vaksinasi yang belum tentu sama terhadap penyakit hewan atau penyakit manusia lainnya.
Dilain sisi, kerugian sampai miliaran rupiah disaat para peternak tak menjual ternaknya. Ternak yang sakit harus dipotong bersyarat, serta pasar hewan ditutup dalam jangka waktu tertentu. Angka kematian hewan akibat wabah ini memang rendah, tetapi penyakit PMK dan LSD memiliki sifat penularan luar biasa cepat serta virus yang mampu bertahan di kondisi lingkungan apapun itu.
Gejala awal PMK hampir mirip dengan penyakit BEF (Bovine Ephemeral Fever) yaitu penyakit yang awalnya ditandai dengan nafsu makan yang kurang, suhu badan tinggi, hypersalifa atau mengeluarkan liur secara berlebihan, mata hewan ternak sayu, kaki hewan yang kaku, ujung telinga terasa dingin, serta mulut hewan yang kering. Perbedaanya PMK memiliki lesi atau luka pada mulut semacam sariawan dan pada celah kuku terdapat luka biasanya berupa nanah. Kebanyakan sapi hamil tua terkena PMK anak yang dilahirkan akan mati dan anak sapi yang berusia dibawah 2 bulan rawan kematian.
LSD atau Lumpy Skin Disease merupakan penyakit virus serius yang harus segera ditangani. LSD pertama kali ditemukan di Afrika pada tahun 1929 dan menjadi endemis. Penyakit ini kemudian menyebar ke berbagai negara termasuk Timur tengah, Eropa, dan Asia. Keberadaan LSD menjadikan ternak seperti sapi dan kerbau mengalami demam, nafsu makan menurun, hingga tubuh yang kurus. Penularan LSD disebabkan oleh nyamut dan lalat serta penggunaan jarum suntik secara bergantian. Virus ini juga memiliki tingkat penularan yang cepat (Sendow et al. 2021). Keberadaan penyakit LSD dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang besar jika mewabah.
Di Indonesia penyakit LSD masih jarang dilaporkan keberadaannya, namun belakangan ini beberapa laporan terkait dengan penyakit LSD pada sapi mulai bermunculan. LSD sebelumnya merupakan penyakit eksotik, apabila mulai bermunculan maka diperlukan dokter hewan untuk turun langsung ke lapangan dan mencegah terjadinya penyebaran LSD yang semakin luas.
Fenomena lain, dapat dilihat dari wabah menyerang hewan ternak yaitu banyak para peternak yang lebih memilih untuk menjual hewan ternak yang terserang PMK dan LSD daripada merawat untuk menyembuhkan hewan tersebut. Hal ini terjadi karena, kondisi psikis peternak yang memiliki pemikiran negatif dan pesimis bahwa hewan ternak mereka akan mati. Dengan begitu, para peternak mengalami kerugian yang besar. Hal ini juga dimanfaatkan oleh para pedagang sapi yang kurang bertanggung jawab, atau sering disebut dengan istilah “blantik” yang gemar merusak kepercayaan diri para peternak terhadap kesembuhan ternaknya. Sehingga, para peternak mau menjual sapi kepada “blantik” dengan harga yang sangat murah.
Beberapa peternak tidak bertanggung jawab yang mengalami kerugian akibat sapinya mati, mereka menjual sapinya kepada “jagal” dan kemudian “jagal” tersebut menjual daging sapi yang sudah mati tersebut. Sehingga masyarakat perlu berhati-hati dalam membeli daging sapi.
Penanganan yang dapat dilakukan sekarang yaitu pemberian vaksin untuk hewan ternak dalam pencegahan PMK dan LSD. Percepatan vaksinasi digencarkan agar dapat tersebar menyeluruh dan meminimalisir hewan ternak yang terkena PMK dan LSD. Namun, terdapat beberapa masyarakat yang enggan menerima vaksin PMK dan LSD. Ada beberapa alasan masyarakat menolak hewan ternak mereka divaksinasi, yaitu meragukan kualitas vaksin, takut terdapat efek samping pada keselamatan ternak, serta pemikiran idealis para peternak.
Sanitasi, kebersihan serta pemeliharaan kandang juga merupakan solusi dalam penanganan PMK dan LSD. Karena, dengan pemeliharaan kandang dapat meminimalisir serta menjaga lingkungan tempat hewan ternak. Selain itu, adanya air mengalir terus menerus sebagai perawatan pembersihan kandang. Proses isolasi hewan yang terkena PMK juga sangat penting dilakukan untuk pencegahan PMK.
Sedangkan pada LSD penularannya dapat dicegah dengan memberantas lalat dan nyamuk karena keduanya sebagai vektor utama pembawa penyakit LSD. Isolasi yang dimaksud salah satunya adalah dengan mencegah orang luar berkunjung ke kandang atau berkontak langsung dengan hewan ternak, karena manusia bisa menjadi pembawa virus PMK atau sebagai carrier. Tak hanya itu, kebersihan ketat bagi para peternak yang masuk dalam lingkup kandang seperti penyemprotan disinfektan. ***