HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Definisi Murabahah, Mudharabah, Musyarakah

Bima Ramdani, Semester 4 Fakultas Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Lentera24.com -...

Bima Ramdani, Semester 4 Fakultas Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Lentera24.com - Di Indonesia bunga bank masih menjadi polemik tersendiri karena para ulama masih belum sepakat tentang boleh-tidaknya sehingga dalam praktek, baik perbankan syariah maupun perbankan konvensional berjalan bersama-sama.

1. Perbedaan pendapat ini diklasifikasikan menjadi tiga pandangan, yaitu: pertama, bunga bank adalah termasuk dalam kategori riba sehingga hukumnya haram, sedikit atau banyak unsur; kedua, bunga bank bukan termasuk dalam kategori riba sehingga halal untuk dilakukan; ketiga, riba termasuk dalam klasifikasi mutasyabihat sehingga sebaiknya bunga bank tidak dilakukan.

2. Hikmah diharamkannya riba antara lain: pertama, riba dapat menimbulkan
sikap permusuhan antar individu dan juga menghilangkan tolong-menolong sesame manusia; kedua, riba menumbuhkan mental boros dan malas yang mau mendapatkan harta tanpa kerja keras, menjadi benalu yang tumbuh di atas jerih payah orang lain; ketiga, riba adalah salah satu bentuk penjajahan; dan keempat, Islam mengajak manusia agar mendermakan kepada saudaranya yang membutuhkan.

Alasan lain pelarangan riba antara lain: pertama, riba tak lain adalah perampasan hak milik orang lain tanpa ada nilai imbangan; kedua, riba dilarang karena menghalangi orang dari keikutsertaan dalam profesi-profesi aktif; ketiga, perjanjian riba menimbulkan hubungan yang tegang antara sesama manusia; keempat, perjanjian riba adalah alat yang digunakan orang kaya untuk mendapatkan kelebihan dari modal dan ini bertentangan dengan keadilan dan persamaan; dan kelima, keharaman riba dinyatakan oleh nas Al-Qur‟an dan manusia tidak harus mengetahui alasannya. Dengan melarang riba, Islam berusaha membangun sebuah masyarakat berdasarkan kejujuran dan keadilan. 

3. Keadilan dalam konteks ini memiliki dua dimensi, yaitu pemodal berhak untuk mendapatkan imbalan, tetapi harus sepadan dengan resiko dan usaha yang dibutuhkan, dan imbalan yang didapat ditentukan oleh keuntungan dari proyek yang dimodalinya. Sementara yang dilarang dalam Islam adalah keuntungan yang ditetapkan sebelumnya. 

Perkembangan ekonomi syariah pada saat ini cukup menggembirakan dan mulai bergairah. Kondisi ini antara lain disebabkan semakin banyaknya umat muslim yang berkeyakinan bahwa transaksi yang mengandung riba hukumnya haram. Bagi yang tidak mau menanggung resiko dosa di akherat nanti, mereka akan beralih dari kebiasaan bertransaksi dengan perbankan konvensional kepada transaksi dengan perbankan syariah. Masyarakat lebih meyakini, bahwa perbankan syariah telah menerapkan fatwa fatwa Dewan Syariah Nasional MajelisUlama Indonesia (DSN MUI), sehingga dalam melakukan muamalah lebih bersih dari riba.

Kebutuhan sumber daya insani bidang ekonomi syariah semakin hari semakin banyak. Peluang ini dimanfaatkan oleh institusi pendidikan untuk segera mencetak tenaga-tenaga terdidik dalam bidang ekonomi syariah. Yang paling banyak disediakan antara lain bidang keuangan syariah dan akuntansi syariah. Kedua bidang tersebut sangat diperlukan dalam mengelola lembaga-lembaga keuangan syariah. Maka bermunculanlah perguruan tinggi, baik yang berada dibawah naungan Kemetrian Agama maupun dibawah Kemenristekdikti membuka jurusan ekonomi islam dalam rangka mengejar peluang ini.

Dalam agama Islam dikenal berbagai akad yang dibenarkan dalam bermuamalah.Diantaraya adalah akad mudharabah, musyarakah, dan murabahah.Akad-akad tersebut lazim digunakan dalam transaksi antara perbankan syariah dengan para nasabahnya.Namun tidak menutup kemungkinan, akad-akad itu digunakan oleh sebagian masyarakat di luar perbankan syariah. Misalnya saja dalam praktek hubungan kerja di rumah makan padang telah menerapkan akad mudharabah, para petani berusaha bersama dengan cara patungan modal dan bekerja bersama atau musyarakah, serta antara pedagang dan pembeli menerapkan akad murabahah.

A. Mudharabah
Mudharabahberasal dari kataadh-dharbufilardhi, yaitu berjalan di muka bumi. Dan berjalan di muka bumi ini pada umumnya dilakukan dalam rangka menjalankan suatu usaha, berdagang atau berjihad di jalan Allah, sebagaimana firman Allah didalam surat Al-Muzzammil, ayat ke-20. Mudharabah disebut juga qiraadh, berasal dari kataal–qardhuyang berartial-qath‟u (sepotong). 

Pengertian tentang Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama sebagai pemilik modal dan pihak kedua sebagai pengelola modal.
Keuntungan dan kerja sama tersebut dibagi untuk kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian. Ada beberapa ahli berpendapat salah satunya adalah M.Abdul Mannan, Mudharabah adalah saat tenaga kerja dan pemilik dana bergabung Bersama-sama sebagai mitra usaha untuk kerja.

Kesimpulannya adalah bahwa hal-hal pokok yang terdapat dalam mudharabah, yaitu ada pemilik dana (Bank), ada orang yang memiliki kemampuan untuk menjalankan usaha/bisnis yang membutuhkan dana. Dengan kerja sama atau kesepakatan untuk mencari keuntungan, keuntungan yang diperoleh kemudian dibagi para pihak sesuai perjanjian, pemilik dana (bank) menanggung kerugian yang tidak disebabkan oleh pengelola, asalkan dana pokok tidak berkurang. Mudharabah tidak dilarang dalam Syariah, hal tersebut sesuai dengan hadits Nabi SAW.

Adapun syarat-syarat mudharabah seperti berikut
1. Para sponsor (sahibul maal) dan manajer (mudharib) harus memiliki kapasitas hukum penuh.
2. Para pihak harus menyatakan persetujuan dan qabul mereka untuk menunjukkan itikad baik untuk mengadakan kontrak (akad), dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut:

a. Penawaran dan penerimaan harus dengan jelas menyebutkan objek akad
b. Penerimaan penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.

B. Musyarakah

Musyarakah atau yang juga disebut syirkah artinya adalah sekutu atau teman perseroan, perkumpulan, perserikatan. Bisnis dengan prinsip musyarakah merupakan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih dan masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan serta risiko dalam usaha akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. 

Menurut Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK Np. 1069 mendefinisikan musyarakah sebagai perjanjian kemitraan antara dua pihak atau lebih untuk suatu perusahaan tertentu, di mana masing-masing pihak menyumbangkan dana, yang ketentuannya dibagi menurut kesepakatan, sedangkan kerugian didasarkan pada kontribusi dana yang ada atau baru. dapat berupa kas, setara kas, atau aset nonmoneter.

Adapun dasar hukum musyarakah dalam Al- Quran terdapat dalam Surat Shaad ayat 24 yang berbunyi, artinya: Dia (Dawud) berkata,“Sungguh, dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk (ditambahkan) kepada kambingnya. Memang banyak di antara orang-orang yang bersekutu itu berbuat zalim kepada yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; dan hanya sedikitlah mereka yang begitu.” Dan Dawud menduga bahwa Kami mengujinya; maka dia memohon ampunan kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertobat.

Berikut rukun dan ketentuan syariah dalam melakukan akad musyarakah :
a) Unsur unsur akad musyarakah :
(1) Pelaku terdiri dari para mitra
(2) Objek musyarakah berupa modal dan kerja
(3) Ijab qabul
(4) Nisbah keuntungan (bagi hasil)
b) Ketentuan syariah
(1) Pelaku : mitra harus cakap hukum dan baligh
(2) Objek Musyarakah
c) Modal :
(1) Modal yang diberikan harus tunai
(2) Modal yang diserahkan dapat berupa uang tunai, emas, asset perdagangan atau asset tak berwujud seperti hak paten dan lisensi.
(3) Apabila modal yang diserahkan dalam bentuk nonkas, maka harus ditentukan nilai tunainyaterlebih dahulu dan harus disepakati bersama.
(4) Modal para mitra harus dicampur, tidak boleh dipisah.
d) Kerja :
(1) Partisipasi mitra merupakan dasar pelaksanaan musyarakah
(2) Tidak dibenarkan jika salah satu mitra tidak ikut berpartisipasi
(3) Setiap mitra bekerja atas dirinya atau mewakili mitra‟
(4) Meskipun porsi mitra yang satu dengan yang lainnya tidak harus sama, mitra yang bekerja lebih banyak boleh meminta bagian keuntungan lebih besar.e) Ijab qabulIjab qabul disini adalah pernyataan tertulis dan ekspresi saling ridha antara para pelaku akad.
e)  Nisbah
(1). Pembagian keuntungan harus disepakati oleh para mitra.
(2).    Perubahan nisbah harus disepakati para mitra.
f) Keuntungan yang dibagi tidak boleh menggunakan nilai proyeksi akan tetapi harus menggunakan nilai realisasi keuntungan. h). Berakhirnya akad musyarakah
(1) Jika salah satu pihak menghentikan akad
(2) Salah seorang mitra meninggal atau hilang akal. Dalam hal ini bisa digantikan oleh ahli waris jika disetujui oleh para mitra lainnya.
(3) Modal musyarakah habis.

C. Murabahah

Murahabahah adalah akad jual beli barang pada harga pokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati. dilaksanakan dalam satu transaksi dengan wakalah, yaitu akad penyerahan kekuasaan dari seseorang kepada orang lain untuk mengerjakan sesuatu yang dibolehkan oleh syara' dan berlaku selama yang mewakilkan masih hidup. Artinya, dengan disertakannya akad wakalah, maka pihak bank tidak secara langsung membeli barang yang dipesan oleh nasabah, melainkan mewakilkannya kepada nasabah itu sendiri agar memudahkan proses transaksi sehingga nasabah dapat memilih sendiri barang yang diinginkan sesuai dengan kriterianya.

Jenis Murabahah

a. Murabahah dengan pesanan Dalam murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli. Murabahah dengan pesanan bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya. Kalau bersifat mengikat, berarti pembeli harus membeli barang yang dipesannya dan tidak dapat membatalkan pesanannya.

b. Murabahah tanpa pesanan Dalam murabahah jenis ini bersifat tidak mengikat. Murabahah tanpa pesanan maksudnya, ada yang pesan atau tidak ada yang memesan, bank syariah menyediakan barang dagangannya. Penyediaan barang tidak terpengaruh atau terkait langung dengan ada tidaknya pembeli. 

Ketentuan Murabahah
Menurut Syafi’i Antonio, murabahah memiliki ketentuan umum, antara lain sebagai berikut:
a. Jaminan. 
Pada dasarnya, jaminan bukanlah suatu rukun atau syarat yang mutlak dipenuhi dalam jual beli murabahah, demikian juga dalam murabahah KPP. Jaminan dimaksudkan untuk menjaga agar si pemesan tidak main-main dengan pesanan. Si pembeli (penyedia pembiayaan atau bank) dapat meminta si pemesan (pemohon atau nasabah) suatu jaminan untuk dipegangnya. Dalam teknis operasionalnya, barang- barang yang dipesan dapat menjadi salah satu jaminan yang bisa diterima untuk pembayaran uang.

b. Utang. 
Secara prinsip, penyelesaian utang si pemesan dalam traksaksi murabahah tidakada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan si pemesan kepada pihak ketiga atas barang pesanan tersebut. Apakah si pemesan menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban menyelesaikan utangnya kepada si pembeli. Jika pemesan menjual barang tersebut sebelum masa angsurannya berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya. Seandainya penjualan aset tersebut merugi, contohnya kalau nasabah adalah pedagang juga, pemesan tetap harus menyelesaikan pinjamannya sesuai kesepakatan awal. Hal ini karena transaksi penjualan kepada pihak ketiga yang dilakukan nasabah merupakan akad yang benar-benar terpisah dari akad murabahah pertama dengan bank.

Rukun dan Syarat
Adapun rukun dan syarat wakalah yang harus dipenuhi sebagai berikut:
a. Muwakkil (orang yang mewakilkan/pemberi kuasa)adalah pemilik sah barang atau di bawah kekuasaannya dan dapat bertindak atas harta tersebut. Jika yang mewakilkan bukan pemilik maka wakalah tersebut batal.

b. Wakil (yang mewakili/penerima kuasa) harus orang yang berakal. Fuqaha berselisih pendapat tentang pemberian kuasa kepada anak di bawah umur dan perempuan. Imam Syafi’i berpendapat tidak sah baik langsung atau melalui perantara. Sedang Imam Malik membolehkannya, dengan perantara seorang laki-laki. Menurut Hanafiyah, sah bagi anak kecil yang sudah dapat membedakan yang baik dan buruk.

c. Muwakkal fiih/taukil (obyek yang diwakilkan/dikuasakan) syarat- syaratnya, sebagai berikut: 1) Persoalan tersebut dapat diwakilkan misalnya dalamual beli, pemindahan hutang, serikat dagang, pemberian kuasa (Rusyd, 1990: 436). 2) Dimiliki oleh yang berwakil ketika ia berwakil itu, maka batal mewakilkan sesuatu yang akan dibeli (Suhendi: 235). 3) Perkara tersebut diketahui oleh orang yang mewakilkan. Artinya bahwa perkara tersebut jelas dan tidak samar (Sabiq, 1984: 227).

d. Akad/Shighat (ijab dan qabul). Shighat yang dimaksud disini lafadz mewakilkan yang merupakan bentuk kerelaan mewakilkan dan orang-orang mewakilkan menerima (Zuhaili, tt: 150). Sedangkan shighat menurut ijab qabul yang merupakan rukun wakalah harus memenuhi syarat sebagai berikut: (a) Satu sama lain berhubungan di suatu tempat tanpa ada pemisah. (b) Ungkapan harus menunjukkan masa lalu (madhi) seperti perkataan muwakil “aku rela mewakilkan ”dan perkataan muwakil/ wakil“ aku telah terima” atau masa sekarang (mudhari). 

Akad mudharabah, musyarakah, dan murabahah merupakan akad bermuamalah yang diperbolehkan dalam islam. Mudharabah dan musyarakah menggunakan prinsip bagi hasil, sedangkan murabahah menggunakan prinsip jual beli. Pada umumnya akad-akad tersebut diterapkan pada perbankan syariah. Akad mudharabah diterapkan pada penghimpunan dana maupun pembiayaan. 

Pada penghimpunan dana misalnya ada tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Sedangkan pembiayaan mudharabah sudah umum dilakukan antara perbankan syariah dengan para nasabahnya. Akad musyarakah tidak ada penerapan dalam penghimpunan dana, yang ada hanya pembiayaan musyarakah antara perbankan syariah dengan para nasabahnya, demikian juga dengan akad murabahah, tidak digunakan dalam penghimpunan dana melainkan hanya untuk pembiayaan, namun praktik mudharabah, musyarakah, dan murabahah tidaklah menjadi monopoli perbankan syariah. 

Akad-akad tersebut dapat juga digunakan atau diaplikasikan oleh perorangan. Akad mudharabah dan musyarakah bisa diterapkan dalam bidang perdagangan, pertanian, peternakan, penangkapan ikan, bahkan industri kecil. Akad murabahah dapat diterapkan pada pembelian barang dagangan ataupun barang konsumsi. ***