HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

'Pembisik' Jokowi yang Menolak Lockdown Punya Andil Besar Bawa Indonesia ke Jurang Kehancuran Karena Covid-19

Lentera 24 .com | JAKARTA -- Indonesia belum lepas dari krisis Covid-19 hingga saat ini. Kondisinya justru semakin parah dalam beberapa pek...

Lentera24.com | JAKARTA -- Indonesia belum lepas dari krisis Covid-19 hingga saat ini. Kondisinya justru semakin parah dalam beberapa pekan terakhir.

Pemerintah dinilai lamban dalam menangani gelombang kedua Covid-19, dan memicu amarah masyarakat Indonesia.


Sikap Presiden Jokowi yang tak tegas dinilai karena terpengaruh oleh 'pembisik' yang berasal dari elit berkepentingan.


Hal ini terlihat ketika usulan Jokowi soal lockdown total pada 30 Juni 2021 lalu, mendapat tentangan dari kelompok bisnis berpengaruh.


Melansir laman Strait Times, pada hari yang sama, sejumlah menteri senior dan pejabat tinggi bidang kesehatan mengunjungi Istana Kepresidenan untuk menyuarakan beban kasus Covid-19, jumlah kematian, dan lonjakan kasus secara dramatis, yang butuh peran pemerintah melakukan tindakan jelas.


Berdasarkan informasi dari seorang sumber, pejabat kesehatan dan sejumlah menteri mendesak Jokowi untuk membatasi pergerakan semua orang di daerah yang mencatatkan kasus paling banyak.


Pada saat itu, terbukti keadaan semakin buruk. Palang Merah Indonesia (PMI) sudah menyerukan perawatan darurat sekitar 24 jam sebelumnya.


Pihak PMI mengungkapkan bahwa di salah satu rumah sakit kebanjiran pasien, ditambah muncul Varian Delta.


Diabaikannya usulan untuk lockdown ini membuat Indonesia menuju jurang kehancuran, akibat bencana Covid-19.


Penolakan usulan lockdown itu datang dari asosiasi bisnis, saat melakukan pertemuan daring pada 30 Juni 2021.


Berbagai pembicara yang tergabung dalam Kamar Dagang Indonesia (Kadin) menyebut langkah itu akan menghambat pemulihan ekonomi negara dan memaksa PHK besar-besaran.


Pada hari berikutnya, pemerintahan Jokowi justru mengumumkan pembatasan dan menghindari lockdown. Pembatasan diberlakukan mulai 3 Juli 2021 hingga 20 Juli 2021.


Tak diberlakukannya lockdown memicu Indonesia menjadi episentrum virus baru di Asia. Kasus Covid-19 baru meningkat dua kali lipat, bahkan lebih.


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan Indonesia melaporkan kematian paling banyak dari negara manapun.


Indonesia pun bersiap menghadapi kemungkinan terburuk, karena rumah sakit kewalahan dengan membeludaknya pasien Covid-19, dan belum meratanya vaksinasi.


Jokowi menghadapi dua pilihan penting, tetap dengan langkah pembatasan, atau mengurangi pembatasan untuk melindungi mata pencaharian jutaan orang ketika virus merajalela.


Pada 20 Juli 2021 kemarin, Jokowi mengumumkan pembatasan akan diperpanjang hingga 25 Juli 2021. Jika kondisi sudah mulai membaik, pemerintah akan melonggarkan pembatasan.


"Ada keengganan untuk mengambil pil pahit dari membatasi bisnis," ujar Achmad Sukarsono, direktur asosiasi dan analis utama untuk Indonesia di Control Risks.


"Indonesia tidak menggunakan pertimbangan khusus kesehatan sebagai alasan utama di balik kebijakannya. Ini lebih pada kelangsungan ekonomi, dan itu berasal dari banyak permintaan dari orang-orang di sekitar Presiden, banyak di antaranya memiliki bisnis atau terikat bisnis," katanya menambahkan.


Pada Rabu, 21 Juli 2021, Arsjad Rasjid, ketua Kadin yang baru justru merekomendasikan kepada pemerintah untuk mengeluarkan seruan agar industri esensial beroperasi penuh, sektor non-esensial dibuka setengah kapasitas, dan bantuan untuk kedua pekerja.


"Tolong jangan mengambil keputusan yang membunuh bisnis atau ekonomi karena akan sangat mahal dan berbahaya bagi kehidupan sosial kita," ujar Rasjid, yang juga menjabat sebagai presiden direktur PT Indika Energy.


"Kami memahami bahwa kesehatan sangat penting, tetapi kami tidak dapat menghentikan ekonomi sepenuhnya," ucapnya.


Bisa dilihat jika tarik-menarik antara Presiden dan kelompok-kelompok industri, menunjukkan pengaruh kepentingan bisnis terhadap politisi di Jakarta.


Pada gelombang Covid-19 yang pertama, Indonesia menolak lockdown dan memberlakukan pembatasan, yang justru mengakibatkan 2,75 juta orang terseret dalam garis kemiskinan pada September tahun lalu.


Tahun ini, Indonesia kehilangan klasifikasi pendapatan menengah atas yang berharga dari Bank Dunia, setelah menyandangnya selama satu tahun. [] pikiran rakyat