HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}
Breaking News:
latest

Ada apa Dengan Nikah Muda?

Foto : Ilustrasi Pernikahan merupakan suatu hal yang sakral di dalam kehidupan manusia. Sebelum memutuskan untuk menikah, ada banyak per...

Foto : Ilustrasi
Pernikahan merupakan suatu hal yang sakral di dalam kehidupan manusia. Sebelum memutuskan untuk menikah, ada banyak pertimbangan yang perlu dipikirkan oleh para pasangan. Salah satunya adalah usia pada setiap pasangan. Apa yang kita fikirkan jika kita mendengar sebuah kata yakni “nikah muda”?. 

Apakah sebuah hubungan yang terikat satu sama lain dengan seseorang yg belum di katagorikan sebagai seorang yang dewasa atau cukup umur?. Lantas bagaimana seseorang dapat dikatakan sudah dewasa?. Dewasa dalam pandangan masyarakat adalah seseorang yang dapat dikategorikan sudah cukup dalam usia, kemampuan serta kesehatan fisik maupun psikis. Definisi dewasa dalam hukum, agama serta psikologi dan kesehatan berbeda antara satu dan yang lain nya. 

Dewasa dalam hukum adalah dalam  Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Pasal 330 “Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya” sedang dalam Undang-undang  No 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan pada Pasal 7 Ayat 1 “Perkawinan hanya di izinkan bila pria dan wanita mencapai usia Sembilan belas tahun” karena bila seseorang yang menikah dibawah usia yang ditetapkan oleh Undang-undang, maka ia juga di kategorikan sebagai seorang yang dewasa meski belum mencapai usia yang dikatagorikan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata maupun UU Perkawinan. 

Dewasa dalam perspektif agama adalah seorang yang sudah mengalami aqil baligh yakni seseorang yang sudah dapat dibebani hukum olehnya (mukallaf), bagi seorang anak laki-laki apabila ia telah mencapai umur 9 tahun dan mengalami mimpi basah (hingga keluar mani), maka ia dianggap telah baligh. Dan apabila ia mengalami mimpi basah tersebut sebelum usia 9 tahun maka belum bisa dikatakan sebagai baligh. 

Jika bagi seorang perempuan apabila ia telah berumur 9 tahun dan telah mengalami haid, maka ia sudah dikatakan baligh. Sedangkan apabila anak perempuan tersebut mengalami haid sebelum umur 9 tahun, maka ia belum dikatakan baligh. Definisi dewasa dalam kesehatan dan psikologi adalah kedewasaan mental itu ditandai dengan kemampuan seseorang dalam mengelola konflik atau perbedaan, antara harapan dan kenyataan, antara diri dan orang lain, antara diri dan kehidupan. Anak kecil akan menanggapi perbedaan itu dengan menangis, sedangkan remaja akan menanggapinya dengan marah atau ngambek. Orang dewasa akan memilih respon yang paling banyak mengandung kebaikan untuk dirinya dan orang lain. Jika dewasa dalam kesehatan yakni sudah berfungsinya secara maksimal alat reproduksi.

Terlepas dari pengertian dewasa di atas. Beberapa waktu belakangan ini khususnya di Indonesia sendiri, banyak terjadi peningkatan dalam perkawinan khususnya bagi pasangan yang baru beranjak usia 20 tahun atau bahkan dibawah itu. Tagar menikah muda juga menjadi  tren beberapa waktu belekangan ini. 

Menikah di usia yang terbilang muda tersebut seringkali dianggap belum matang, meski menikah di usia yang relative muda tersebut tidak menyalahi aturan namun, banyaknya orang-orang berpikiran bahwa menikah muda itu sama saja dengan kecerobohan. Karena dari segi usia, kebanyakan pasangan yang menikah muda belum siap secara kematangan pikiran maupun finansial. 

Apakah buruk untuk menikah muda? Semua kembali pada persepsi masing-masing orang dalam melihat fenomena ini. Akan ada yang mengatakan buruk, sebab usia muda belum cukup dewasa dalam membina hubungan yang sekali dalam seumur hidup ini. Namun ada pula yang berpendapat sebaliknya, sah-sah saja bagi orang lain untuk menikah di usia muda. Sebab umur bukanlah patokan seseorang menjadi dewasa dan menikah.
Beberapa waktu yang lalu muncul sebuah thread mengenai pernyataan “Don’t get married if you’re not ready, because your kids can’t choose who gets to be their parents” thread itu muncul dikarenakan seseorang anak yang menceritakan kehidupan keluarganya. Mengenai orang tuanya yang sama-sama masih belum bisa mengelola egonya masing-masing yang berakibat dan berdampak buruk bagi, anak-anaknya. Lantas apa hubungan nya dengan menikah muda? 

Sebelumnya penulis juga telah memaparkan mengenai definisi dari dewasa itu sendiri terlebih dari segi psikologi. Hal itu yang dapat memberikan sebuah alasan bahwa sebenarnya menikah itu juga perlu didasari dengan kesiapan mental dan emosi dari tiap-tiap orang untuk menghadapi pernikahan yang sebenarnya.bukan hanya karena kita sangat mencintai seseorang dan juga tak ingin di tinggalkan oleh nya sehingga memilih jalan untuk menikah. Atau malah hanya untuk sekedar menghilangi rasa kesepian agar dapat di temani oleh seseorang hingga tua dan sebagainya. 

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh The National Center for Health Statistics, pernikahan yang dilakukan di usia antara 12-21 tahun, 3x lebih banyak berakhir dengan perceraian dibandingkan dengan pasangan yang menikah di usia yang matang. 

Data pada tahun 2002 menunjukkan bahwa sebanyak 59% pernikahan wanita di bawah 18 tahun berakhir dengan perceraian dalam waktu 15 tahun menikah. Sedangkan dari wanita yang menikah di usia lebih dari 20 tahun, sebanyak 36% yang berakhir dengan perceraian. 

Dari penelitian lainnya, dengan melibatkan 1.000 pria berusia 25-34 tahun sebagai responden, terungkap sebanyak 81% dari mereka meyakini usia antara 25-27 tahun adalah waktu yang tepat untuk melepas masa single. Sedangkan dari sisi wanita, data statistik Amerika Serikat pada tahun 2000 menunjukkan kalau rata-rata wanita menikah di usia 25 tahun. 

Pada usia itu, kebanyakan wanita telah menyelesaikan pendidikan, memiliki karier yang mapan, dan dapat hidup terpisah dari orang tua mereka. Akan tetapi, menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), wanita akan lebih siap menikah jika berumur 20 tahun. “Berdasarkan kesehatan reproduksi, wanita menjadi seorang ibu lebih baik pada usia 20 tahun,” ujar U. Kusmana, Humas BKKBN. 


Mau menikah di usia muda atau tua, kalau dengan orang yang salah atau belum siap dari salah satu segi, maka pernikahan tersebut tetap berpotensi bermasalah. Selain menyebabkan traumatic pada nak yang tak tahu apa-apa kurangnya kesiapan juga dapat memicu kasus kekerasan dalam rumah tangga. 

Contohnya jika ada seorang wanita menikah diusia muda dengan lelaki brengsek, lalu rumah tangganya bermasalah. Banyak orang yang focus menyalahkan “nikah muda” yang mereka laksanakan. Adahal seharusnya atau bisa jadi penyebabnya focus kita terhadao ‘lelaki brengsek’ tersebut. Lantas bagaimana setelahnya?. 

Mari kita ubah juga cara pandang kita dalam menyikapi persoalan termasuk salah satu contoh kasus seperti diatas, jangan hanya dapat menyalahkan sesuatu hal yang hanya tampak di luar tanpa mencari tahu sebab dan asal dari persoalan tersebut. Bisa jadi yang kita lihat salah sebenarnya bukan penyebab hal tersebut salah, melaikan cara pandang kita yang membuatnya tamapk salah.  

Kalau kita ingin menikah, benarkan dulu tujuan dan niat ketika hendak menikah, karena pernikahan merupakan sesuatu yang suci dan sakral bukan hanya ssesuatu karena di dasarkan atas kesepian atau hanya soal cinta. Karena terkadang orang yang sudah menikah pun masih saja merasa kesepian. Menikahlah ketika memang harus, pernikahan bukanlah penawar kesepian, sejatinya kesepian adalah ketika seseorang tak mampu membuat hidupnya hidup. 

Pengirim :
Meida Tania