Foto: Ilustrasi-google ACEH TAMIANG | STC - Kendati Qanun pajak daerah sarang burung walet telah diterbitkan, namun kurang memberikan k...
![]() |
Foto: Ilustrasi-google |
Sebanyak Rp 500 juta atau setengah miliar PAD harusnya didapat, tak jelas masuk dalam kas daerah.“Pemkab Aceh Tamiang harus lebih optimal memungut pajak daerah dari pengusaha penangkaran sarang burung walet di wilayah ini.
Kita menenggarai, banyak penangkaran walet tak memberikan PAD-nya,” ditandaskan Ketua Transparency Aceh, Kamal Ruzamal, SE kepada Koran ini di Kuala Simpang, Minggu (25/8).
Menurutnya dalam hal ini harus ada tindakan nyata dari aparatur Pemkab Aceh Tamiang menagih pajak dari para pengusaha penangkaran burung walet tersebut. “Aparat tidak boleh ragu untuk menagih pajak tersebut, bila tidak percuma saja Qanun tentang penangkaran burung walet itu dibuat,” kata Kamal.Investigasi dan pantauan Transparency Aceh, sejumlah pengusaha sarang burung walet di Aceh Tamiang, baik habitat alami maupun buatan, terlihat masih enggan membayar pajak, meski telah ditagih.
Padahal sudah ada Qanun No. 3 Tahun 2010 tentang pajak penangkaran sarang burung walet.Pantauan mereka juga menemukan, di kota Kuala Simpang banyak ruko sengaja dirubah fungsinya jadi sarang burung walet.
“Padahal hal ini jelas sudah merupakan penyalahgunaan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).”Dikatakannya, khusus untuk penyalahgunaan IMB, memang harus ada penertiban.. Pemkab Aceh Tamiang harus menata ulang masalah perizinannya, mulai dari izin HO sampai pada penerbitan IMB sehingga mereka (pengusaha walet-red) dapat didata kembali sekaligus penarikan pajak daerah jadi lebih terkoordinir dan transparan.
Dari catatan Transparency Aceh, lanjut Kamal, di wilayah Kabupaten Aceh Tamiang terdapat sekitar 132 pengusaha penangkaran walet, namun pemasukan pajak daerah dari sektor ini bisa dibilang tidak ada.
Menyeruak isu kemudian dugaan ada “permainan” dalam penyetoran pajak daerah tersebut sehingga tidak masuk ke Kas Daerah.Kalau diasumsikan penangkaran sarang burung walet menghasilkan panen 2 Kg per 60 hari, maka hasil panen rata-rata 12 Kg pertahun.
Dengan asumsi tersebut jika harga pasar sarang burung walet Rp 3,5 juta per Kilogram maka potensi 10 persen pajak daerah dipungut dari 132 penangkaran burung walet mencapai sebesar Rp 500 an juta atau setengah miliar pertahun.Para pengusaha yang selama ini enggan membayar pajak, apalagi penangkaran sarang burung walet telah menghasilkan maka mereka wajib membayar pajak, jika tidak maka dapat dikategorikan sebagai penggelapan pajak.
Berdasarkan Qanun No.3/2010 tersebut setiap pengusaha yang melanggar aturan itu harus diberi sanksi dan hal ini harus diterapkan kepada pengusaha.Oleh sebab itu, dia mengharapkan kepada aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) setempat untuk bertindak mengamankan Qanun tersebut, bila pengusaha masih tetap membandel tidak mau membayar pajak, maka bangunan penangkar sarang burung waletnya diperkenankan untuk dibongkar.
"Aparat Satpol PP tidak perlu takut dan segan untuk membongkar penangkaran walet tersebut karena mereka tidak membayar pajak," pungkasnya. ( JPNN )