Kemas kerupuk Pekerja borongan saat mengemas kerupukdi Desa Dalam Kecamatan Karang Baru Aceh Tamiang,Rabu(6/3) pada usaha menengah keru...
Kemas kerupuk Pekerja borongan saat mengemas kerupukdi Desa Dalam Kecamatan Karang Baru Aceh Tamiang,Rabu(6/3) pada usaha menengah kerupuk “Boga Sari”. (medanbisnis/ist) |
suara-tamiang.com | Kerupuk selain sebagai makanan ringan
juga sering dijadikan campuran lauk-pauk makan. Kegemaran masyarakat
akan kerupuk, tentunya menjadi kesempatan tersendiri bagi pengusaha
untuk meraup keuntungan, karena permintaan pasar untuk jenis cemilan ini
cukup besar.
Termasuk perusahaan yang memproduksi
kerupuk bermerek Boga Sari, di Desa Dalam, Kecamatan Karang, Kabupaten
Aceh Tamiang. Usaha yang digeluti Ridwan ini sudah berjalan sejak tahun
1980-an, ketika itu masih dikelola orang tuanya. Ridwan memproduksi
kerupuk dengan aneka cita rasa, di antaranya udang dan bawang yang
jelas harum dan gurih. Usahanya ini belakangan makin kebanjiran
permintaan, namun sayangnya permintaan tersebut tak dapat dipenuhi
seluruhnya.
Kepada MedanBisnis, Rabu (6/3) di lokasi usahanya, Ridwan mengatakan keterbatasan kapasita produksi menyebabkan dia tak mampu meraup seluruh peluang tersebut. Akibatnya banyak pula beredar kerupuk produksi daerah lain di pasar-pasar sekitar daerahnya.
"Pasar kerupuk sangat menjanjikan, transaksi penjualannya tergolong cepat, tidak terkecuali kerupuk produksi dalam daerah maupun pasokan dari luar Aceh Tamiang," sebut Ridwan.
Dia menyebutkan, satu hari hanya dapat memproduksi 200 pak kerupuk yang dihargai Rp 6.000/pak. Dibandingkan sebelumnya jumlah produksi itu menurun, karena dia sudah sempat berproduksi 350 pak/hari. "Selain faktor peralatan produksi dan modal, harga bahan baku seperti tepung terigu,tapioka, juga plastik pembungkus tak kunjung turun," ungkapnya.
Belakangan, Ridwan juga banyak mendapat pesanan kerupuk mentah dari pedagang kedai, namun juga tak dapat dipenuhi sebab target produksi kerupuk goreng saja hampir tak tercapai.
Apalagi membuat kerupuk mentah jenis jangek, roda, jengkol, ubi, filis (lidi), ciper (belimbing), ikan, tikar dan semprong. "Walaupun di pasar harga jualnya lumayan, mencapai Rp 13.000/kg," papar Ridwan.
Saat ini usaha kerupuk Boga Sari mempekerjakan 29 orang, dengan upah Rp 300/pak. "Rencana penambahan produksi dan pekerja belum bisa dilakukan jika laba usaha hanya berkisar Rp 7 juta/bulan. Dibandingkan beberapa bulan lalu di tahun 2012 bisa mencapai Rp 12 juta," pungkasnya. | Sumber : MedanBisnis
Kepada MedanBisnis, Rabu (6/3) di lokasi usahanya, Ridwan mengatakan keterbatasan kapasita produksi menyebabkan dia tak mampu meraup seluruh peluang tersebut. Akibatnya banyak pula beredar kerupuk produksi daerah lain di pasar-pasar sekitar daerahnya.
"Pasar kerupuk sangat menjanjikan, transaksi penjualannya tergolong cepat, tidak terkecuali kerupuk produksi dalam daerah maupun pasokan dari luar Aceh Tamiang," sebut Ridwan.
Dia menyebutkan, satu hari hanya dapat memproduksi 200 pak kerupuk yang dihargai Rp 6.000/pak. Dibandingkan sebelumnya jumlah produksi itu menurun, karena dia sudah sempat berproduksi 350 pak/hari. "Selain faktor peralatan produksi dan modal, harga bahan baku seperti tepung terigu,tapioka, juga plastik pembungkus tak kunjung turun," ungkapnya.
Belakangan, Ridwan juga banyak mendapat pesanan kerupuk mentah dari pedagang kedai, namun juga tak dapat dipenuhi sebab target produksi kerupuk goreng saja hampir tak tercapai.
Apalagi membuat kerupuk mentah jenis jangek, roda, jengkol, ubi, filis (lidi), ciper (belimbing), ikan, tikar dan semprong. "Walaupun di pasar harga jualnya lumayan, mencapai Rp 13.000/kg," papar Ridwan.
Saat ini usaha kerupuk Boga Sari mempekerjakan 29 orang, dengan upah Rp 300/pak. "Rencana penambahan produksi dan pekerja belum bisa dilakukan jika laba usaha hanya berkisar Rp 7 juta/bulan. Dibandingkan beberapa bulan lalu di tahun 2012 bisa mencapai Rp 12 juta," pungkasnya. | Sumber : MedanBisnis