HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Kapolres Tamiang Intimidasi Buruh Pertamina

AKBP Dicky Sondani SIK, MH Suara Tamiang | Pimpinan eks buruh pertamina rantau akan melayangkan surat protes kepada polres aceh tam...


AKBP Dicky Sondani SIK, MH

Suara Tamiang | Pimpinan eks buruh pertamina rantau akan melayangkan surat protes kepada polres aceh tamiang dengan tembusan polda aceh dan polri. Hal ini terkait ucapan kapolres setempat, AKBP Dicky Sondani, SIK, MH yang bernada intimidasi. Hal ini diungkapkan M Zein, kepada Harian Aceh, Kamis (21/2).

Peristiwa itu terjadi saat diadakan pertemuan antara direksi pertamina pusat, muspida plus, dan dirinya sebagai satu-satunya perwakilan dari eks pekarya pertamina di Batam, Selasa (19/2). Pertemuan itu merupakan kelanjutan proses negosiasi mereka menyusul aksi demonstrasi selama dua hari (5-6/2) di pertamina rantau.

Kapolres Aceh Tamiang, kata M Zein, menegaskan tidak akan segan-segan menangkap dirinya sebagai provokator bila terjadi demonstrasi lagi di pertamina. "Kalau seandainya ini terjadi apa-apa, kau, ku anggap sebagai provokator dan kutangakap kau kalau sudah di Aceh!" Ujarnya mengutip pernyataan  Kapolres saat itu.

M Zein sendiri waktu kejadian itu mengucapkan apa pun karena kedudukannya cuma sebagai saksi pertemuan sebagai wakil eks pekarya. Ia tidak diberikan hak untuk bicara dalam pertemuan itu karena proses negosiasi dengan direksi pertamina pusat diwakilkan oleh Pemda Aceh Tamiang. Sehingga ia tidak memiliki kesempatan membela diri. Namun, tambahnya, saksinya banyak karena dilontarkan di tengah forum.

Ia sebagai wakil eks buruh merasa kalimat itu sangat intimidatif dan bernada melemahkan perjuangan mereka. Polisi, menurutnya, dari kalimat itu justru menunjukkan keberpihakan padahal seharusnya mereka netral.

Dalam pertemuan itu sendiri tidak ada kata sepakat antara eks pekarya dengan pertamina meskipun uang tali asih dinaikkan menjadi Rp 10 juta dari sebelumnya Rp 3 juta.

Tambahan lagi ada ultimatum dari pertemuan itu bahwa ke-90 KK eks pekarya dari 234 orang yang masih menempati rumah di komplek pertamina rantau harus angkat kaki per 30 April 2013 nanti. "Mana cukup uang Rp 10 juta untuk pindahan dan sewa rumah baru!" Sergahnya kesal.
 
Dari pantauan Harian Aceh, Rabu (20/2) pagi memang di pertamina rantau didatangkan mobil-mobil dari brimob polres tamiang. Hanya saja mereka tidak berjaga di depan gerbang komplek melainkan parkir di dalam. Tidak terlalu mencolok personel polisi yang berjaga, cuma beberapa yang patroli. Kemungkinan untuk mengantisipasi bila tetjadi demonstrasi lagi menyusul deadlock nya pertemuan di Batam itu.

Karenanya, M Zein dan kawan-kawan berencana melayangkan surat protes itu dengan tembusan kepada polda aceh, polri, dan kompolnas. Mereka juga menolak hasil pertemuan Batam.

Sayang Kapolres tidak ada di tempat saat Harian Aceh mendatangi kantornya. Ia masih berada di luar kota dan ponselnya tidak dapat dihubungi. Menanggapi pernyataan M Zein, Kapolres Aceh Tamiang, AKBP Dicky Sondani SIK, MH, menegaskan ucapannya itu bila aksi demonstrasi para eks pekarya menimbulkan kerusuhan.

Karena selama ini, katanya, para eks buruh pertamina itu selalu menakut-nakuti dan mengintimidasi para pekarya BUMN tersebut. Antara lain dengan melempari batu atau menghalangi mereka bekerja. Belakangan ada juga isu akan ada pembakaran sumur-sumur minyak pertamina di rantau.
 
"Tugas saya kan menjaga keamanan. Ini kan milik negara, kalau terjadi apa-apa tugas saya mengamankannya dong! Jadi kalau mereka melakukan pengrusakan, kita ambil tindakan tegas. Konteksnya kalau anarkis," paparnya kepada Harian Aceh, Jumat (22/2) malam. Rabu (20/2) pagi sekitar pukul 10.00, memang ada tiga mobil brimob berangkat menuju pertamina rantau.

Ditambahkannya kalau eks buruh mau demonstrasi silakan saja. Apalagi indonesia adalah negara demokrasi asalkan damai-damai saja. Tidak ada pembakaran, membalikkan mobil, atau menghalang-halangi pekerjaan pertamina dengan menutup gerbang.

Terkait hasil pertemuan di Batam, ia menyatakan pihak muspida plus sebagai negosiator dengan direksi pertamina sudah sangat keras memperjuangkan nasib eks buruh pertamina itu. Dikatakannya sebenarnya dari segi hukum, mereka sangat lemah dan tidak bisa diterima tuntutannya. Semestinya mereka menuntut pihak vendor yang mempekerjakannya bukan malah pertamina.

Terkait pengosongan rumah dinas di komplek pertamina, ia mengatakan semua fasilitas di tempat itu disubsidi negara sedangkan mereka sudah tidak bekerja lagi di sana. Itu bisa dianggap penggelapan bila diperiksa BPK.
"Wajar dong, itu bukan hak milik mereka, itu milik negara," tukas pria asal Bengkulu ini.

Sebetulnya, tambah Dicky, Pemda Tamiang berencana memberikan pelatihan dan membentuk kelompok kerja bagi mereka. Disnaker yang akan memfasilitasi ini. Pertamina juga akan memberikan prioritas bagi mereka untuk mendapatkan dana bantuan lewat program corporate social responsibility (CSR) yaitu program sosial perusahaan. "Misal pemda kasi pelatihan ternak lele maka CSR pertamina kasi modalnya," demikian Dicky.  (Harian Aceh | Dewi Indriani)