HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Kerusakan Hutan Tamiang Warisan Siapa?

Luas wilayah Aceh Tamiang (Atam) 1.939,73 kilometer dengan luas 193.972 hektar, dengan kemiringan lahan pada ketinggian 25-100 meter Diper...


Luas wilayah Aceh Tamiang (Atam) 1.939,73 kilometer dengan luas 193.972 hektar, dengan kemiringan lahan pada ketinggian 25-100 meter Dipermukaan Laut (DPL) seluas 69.864 hektar, pada ketinggian 1000 meter Dpl sekitar 8000 hektar atau 3.90 persen.

Sebagian besar merupakan wilayah datar dengan kemiringan 0,2 persen mencapai luas 102.246 hektar atau setara dengan 53,74 persen dari luas wilayah Tamiang. Hutan tamiang termasuk dalam hutan hujan tropis masuk sebagian dalam kawasan ekosistem leuser (KEL).

Curah hujan rata di Aceh Tamiang tiap tahunnya berkisar1.850.4013 milimeter. Secara administrasi, Atam berbatas dengan; Aceh Timur, Kabupaten Langkat, Gayo Luwes, Aceh Tenggara dan Kota Langsa. Dialiri Daerah Aliran Sungai (DAS) Atam sepanjang 4.598 kilometer.

35 Persen Lahan Atam Dieksploitasi
Monitoring Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) pengguna lahan di Atam mencapai 60.200 hektar atau sekitar 35 persen dari luas wilayah Atam terutama diwilayah hulu, tengah dan persisir. Berdasarkan data inventarisasi Hak Guna Usaha (HGU) pada kantor BPN Aceh tahun 2010.

Data tersebut menunjukkan jumlah perusahaan perkebunan yang memiliki HGU sebangauk 54 perusahaan perkebunan berdiri sejak tahun 1970 (dulu aceh timur) dan ada yang berakhir  sampai tahun 2042. Itu tidak termasuk atas nama perusahaan pribadi dan kelompok.

Termasuk yang mengatasnamakan masyarakat tanpa tanpa memiliki ijin HGU seluas mencapai 6000 hektar yang merambah kawasan lindung di kecamatan Tenggulun, Tamiang Hulu, Bandar Pusaka, Sekrak. Sedangkan dikawasan pesisir; Seruway, Bendahara, Banda Mulia  dan Manyak Payed.

Selain pembukaan HGU, pemanfaatan kayu hutan hujan tropis  Atam (dulu aceh timur) sudah dieksploitasi sejak tahun 1970 dengan lahirnya Hak Penguasaan Hutan (HPH) PT. Kwala Langsa; sebelumnya pernah diambil alih oleh PT Raja Garuda Mas (RGM) berakhir tahun 1992.

Rentang penghancuran hutan Atam terus berlanjut, hingga tahun 2000 lalu, dengan berakhirnya HPH PT Tjipta Rimba Djaja (TRD). HPH itu pernah mengeksploitasi kayu log secara besar-besaran dengan menggunakan kan jalur darat dan perairan suungai tamiang; menuju Belawan Sumatera Utara.

Eksploitasi Hutan Tamiang lahirkan punsi-pundi rupiah; dengan keluarnya ratusan ijin-ijin kecil dengan luasan 100 hektar dalam bentuk Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) hutan dan IPK dari pemanfaatan Leanclearing perkebunan.

Namun dalam monitoring LembAHtari tidak mendapatkan angka pasti; berapa sesungguhnya tegakkan kayu diwilayah Atam yang pernah dieksploitasi. “Saya kira yang dieksploitasi pada itu bias mencapai jutaan kubik jumlahnya”, kata Direktur Eksekutif LembAHtari; Sayed Zainal MSH.

Menurutnya Sayed; karena pada saat pemerintahan Orde Baru (Orba) aspek kerusakan lingkungan, pengurangan resiko bencana dan aspek pemberdayaan masyarakat tidak menjadi perhatian dan selalu dikesampingkan.

LembAHtari menganalisa. Berdasarkan data lapangan; kondisi tutupan lahan di Atam baik hulu dan hilir (kawasan hutan mangrove) sampai tahun 2012 (saat ini) sangat kritis. Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Atam dan Aceh tidak pernah mengekspose berapa besaran degradasi dan deporestasinya.

Sedang kebijakan nyata, berkaitan dengan pengamatan lingkungan secara lestari untuk penyelematan daerah resapan air, keanekaragaman hayati hanya slogan belaka. Apalagi mau menghitung dampak, tentunya mustahil atau menghitung nilai kerusakan manfaat hutan terhadap semua sector kehidupan.

Perhitungan TEV
Menurut Sayed; berdasarkan perhitungan Total Economi Value (TEV) yang dilakukan Pieter Van Beukering tahun 2001 lalu ditulis; Dalam scenario kerusakan hutan, pendapatan daerah dalam skala besar dihasilkan pada tujuh tahun pertama. Setelah tahun 2006 pendapatan daerah akan menurun.

“Skenario konservasi menunjukkan adanya peningkatan manfaat tahunan selama 30 tahun. Pada tahun 2030, manfaat tahunan pada skenrio konservasi melebihi scenario kerusakan hutan dua kali lebih besar”. Kata Sayed.

Lebih jauh lagi dijelaskan, dengan mengumpulkan manfaat tahunan selama 30 tahun, nilai ekonomi keseluruhan menjadi lebih. Nilai TEV yang diakumulasikan dengan tingkat pemotongan nol dari KEL yang sudah dirusak (Rp.169 triliun). Sementara KEL yang dilestarikan (Rp.223 triliun), nilai ini selisih Rp.54 triliun. Jumlkah ini dianggap sebagai manfaat konservasi (atau kerugian kerusakan hutan).

Oleh karena itu, kategori-kategori ini ditunjukan sebagai manfaat konservasi sedangkan perkayuan dan pertanian ditunjukkan (sebagai ruang) kerugian konservasi. Kolom ketiga table satu juga menunjukkan perbedaan antara TEV dengan total kerusakan.

Manfaat dan kerugian konservasi secara keseluruhan, masing-masing mencapai Rp.85 triliun dan Rp.31 triliun. Kategori utama yang memperoleh dari konservasi yaitu air suplai, pencegahan banjir, pariwisata dan keanekaragaman hayati. Dari sisi kerugian konservasi, perkayuan dan pertanian besarnya hamper sama. Selebihnya, perekonomian local memperoleh Rp.54 triliun selama periode 30 tahun.
***

Kehancuran HutanTamiang Salah Kebijakan
Lima tahun kabinet pemerintahan Drs H Abdul Latif selama memimpin Kabupaten Atam yang berakhir Agustus 2012 dan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Syahri SP banyak menerbitkan surat dukungan dan rekomendasi untuk pengelolaan  dan pemanfaatan lahan.

Rekomendasi dan Dukungan diterbitkan tanpa melihat aspek Degradasi dan Deforestasi hutan, termasuk kajian menyangkut dengan aspek lingkungan. Seperti; pengelolaan dan pemanfaatan lahan, ijin lokasi dan ijin leanclearing (pembukaan lahan perkebunan besar).

Hasil telaah teknis asal-asalan—dibelakang meja—yang dikeluarkan Dishutbun Atam atas persetujuan Bupati mampu mengundang bencana di Kabupaten ujung Timur, Aceh ini. Betapa tidak; telah yang dilakukan tersebut tidak memperhitungkan potensi bencana banjir atau untung rugi dari satu kebiakan.

Salah satu contoh masa pemerintahan Abdul Latif sudah menerbitkan telaah teknis dan rekomendasi untuk pemanfaatan Hutan Tanaman Industri (HTI) kepada PT Rencong Pulp anda Paper Industry (RPPI). Tidak tanggung-tanggung luasnya 9.800 hektar di kawasan hutan Atam. Yang berbatas dengan Gayo Lues.

Lokasinya berada di ketinggian 1.000 Dpl dengan kemiringan—elevasi—lahan rata-rata 35 persen. Diperkuat dengan Surat bupati nomor 522/2609/2369 tanggal 7 Desember 2009; surat nomor 522/2601/2008 dan surat Dishutbun Atam tentang telaah teknis, sehingga Gubernur Irwandi Yusuf—saat itu—melalui suratnya nomor 522.51/BP2T/4729/2010 tanggal 2 Juni 2010, memberikan persetujuan kepada PT RPPI.

Meski Gubernur Irwandi memberikan ijin, sebaliknya LembAHtari dan beberapa LSM lainnya mendesak dalam pembahasan Kajian Analisa Dampak Lingkungan (KA-ANDAL) dan menolak Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

Disisi lain, kaitannya dengan Pemanfaatan Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk wilayah pesisir hutan bakau. Kadishutbun dan Bupati Atam  bulan September dan Oktober 2008 juga memberikan dukungan kepada PT Bina Bakau Usaha (PT BBU) dengan surat nomor 522/1956/2008 tanggal 23 September 2008.

Ironisnya, pada saat diajukan permohonan dukungan. PT BBU baru mengantongi Akte pendirian perusahaan, namun Kadishutbun dan Bupati Atam member dukungan pengelolaan HTI seluas 9.532 hektar tanpa mempertimbangkan potensi konflik dan benturan dengan masyarakat di 4 kecamatan pesisir Atam.

Trik ini dilakukan untuk menguasai dan memonopoli kayu arang. Anehnya lagi pihak PT BBU sedang mengajukan pengesahan Andal. Padahal dibalik tipu daya ini merupakan rekayasa. Misalnya menerbitkan dukungan pengelolaan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) kepada kelompok tani di kecamatan Tamiang Hulu, Bandar Pusaka termasuk kepada Koperasi Bina Lestari seluas 700 hektar.

Monitoring LembAHtari; banyak kejanggalan dan terindikasi hanya mengatasnamakan kelompok serta bermaksud untuk menarik dana sumber Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN)—Surat Bupati Atam Nomor 522/9507 tanggal 29 Oktober 2010.

Berdasarkan arahan dari Dishutbun Atam, namun saat itu BPKEL menolaknya karena dikuatirkan dilapangan akan terjadi penyimpangan pengelolaan. Sedang bentuk rekayasa lain yang dilakukan pemerintah Atam, tanggal 23 Juli 2010 menerbitkan surat tentang persetujuan Ijin Usaha Pertambangan (IUP).

IUP Eksplorasi itu diberikan kepada PT Tamiang Petrolium GAS (PT TPG) seluas 3.183 hektar. Anehnya lokasi ekslporasi berada diatas permukiman penduduk di Kecamatan Tenggulun. Namun perusahaan tidak meneruskan eksplorasinya, sebab mendapat kritikan dari LSM.

Berkaitan dengan pemberian ijin pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (HKM) di Kecamatan Tamiang Hulu seluas 3.352 hektar kepada Koperasi Bina Lestari (Kobpi). Padahal koperasi ini sejak mulai berdiri tahun 2006 sampai 2011 tidak pernah melakukan Rapat Anggota Tahunan (RAT) dan ada indikasi koperasi ini telah merekayasa data-data kelompok tani.

Koperasi ini diperkuat dengan Surat Keputusan Bupati Atam nomor 443 tanggal 22 Juni tahun 2012. Data dan fakta lapangan menunjukkan koperasi ini mengutip uang dengan alasan untuk menjadi anggota koperasi dengan iming-iming akan diberikan lahan include didalam program perkebunan rakyat—ada warga yang dikutif diluar Aceh.

Ada dugaan peran dan keterlibatan mantan anak bupati Atam dan Kadishutbun, sehingga menteri kehutanan RI dan mencadangkan lahan HKM (Surat Nomor SK 154/Menhut-11/2012. Sehingga semua bias berjalan mulus tanpa hambatan.

Potensi konflik perkebunan menempati eskalasi tertinggi, seperti konflik lahan PT Seumadam HGU nomor 04/HGU/BPN/1992 06 Februari 1992 yang berakhir 31 Desember 2021 diwilayah Kecamatan Sekrak di desa Sukamakmur dengan 2.304 hektar.

Hingga saat ini sengketa dengan masyarakat Desa Sukamakmur belum juga terselesaikan, sebaliknya PT Seumadam mengklaim lahan garapan masyarakat merupakakan masuk dalam areal HGU PT Seumadam. Anehnya lagi Sepadan Sungai pun masuk dalam wilayah kerja HGU PT Seumadam.

Pongah PT Seumadam sebab diamini Gubernur Pemerintah Aceh dengan mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 525/BP2T/3055/2012 yang ditanda tangani PJ Gubernur Pemerintah Aceh, Ir Tharmizi Karim M.Sc.

Praktek Ilegal PT MPLI dan SKPI
Tidak hanya PT Seumadam, PT Mestika Prima Lestari Indah (MPLI) memiliki HGU seluas 2.500 hektar—Kep. BPN nomor 24-HGU-BPN RI 2007—tentang pemberian HGU dan sertifikat BPN Nomor 144/2007 tanggal 02 Juli 2007.

LembAhtari mengendus kelicikkan dan kerja PT MPLI dan Pemkab Atam dalam membenarkan praktek illegal ini berjalan dengan mulus. Seperti peran mediasi sengketa warga desa Kaloy dengan perusahaan ternyata fakta surat dan bukti lapangan ditentukan.

PT MPLI, telah mengerjakan pembukaan lahan tahun 2011 tanpa ijin leanclearing, pemasangan patok BPn di kerjakan oleh perusahaan, hal ini terungkap dari rapat dikantor Camat Tamiang Hulu tanggal 19 Mai 2011, kaitan penyelesaian tanah garapan masyarakat yang dihadiri oleh Tim Penyelesaian Sengketa Pemerintah Aceh.

Sedang kaitan perambahan dikawasan hutan, jelas-jelas atas desakan LembAhtari tim turun kelapangan  mengecek patok BPN nomor; 39, 40, 41 dari pengukuran didapat, kalau PT MPLI telah melakukan perambahan ke Kawasan Hutan, di tiga titik lokasi saja sudah mencapai 92,54 hektar.

Surat Dishutbun Atam nomor 522/009/2011 tanggal 03 Juni 2011 namun dilapangan tidak ada tindakan  penghentian, bahkan dibiarkan terus. Berdasarkan penelusuran PT MPLI ttelah melakukan pembohongan dan memanipulasi data penggelembungan luas  areal HGU dari 2.500 hektar mencapai 3.000 hektar.

Terbukti dari surat laporan direksi PT MPLI tanggal 15 April 2010 yang ditujukan kepada Dishutbun Atam dan dokumen Unit Kelola Lingkungan (UKL) – Unit Pemantau Lingkungan (UPL) agustus 2010, ternyata lokasi luas TBM – TM berbeda.

Bahkan pembuatan parit besar untuk membatasi areal perkebunan tidak dicantumkan dalam dokumen UKL – UPL; kalau sekarang PT MPLI mendapat ijin leanclearing nomor 525/BP2T/3154/2012 seluas 1.470 hektar dan mendapat Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) ini indikasi rekayasa besar, anehnya Pj Gubernur Pemerintah Aceh Ir Tharmizi Karim dengan mudah menandatangani ini.

Lain lagi dengan PT Sinar Kaloy Perkasa Indo (PT SKPI) dengan luas HGU 500 hektar di kecamatan Tamiang Hulu yang telah mendapat Sk BPN RI Nomor 14-HGU-BPN RI tahun 2007, tanggal 26 Mai 2007. Pada prinsipnya perusahaan ini sudah selesai membangun perkebunan.

Namun pada tahun 2008 mulai timbul masalah karena perusahaan ini ingin merambah lagi  areal HGU seluas 200 hektar di kawasan gunung titi akar, dengan ketinggian 428 Dpl. Dan kawasan ini merupakan bahagian daerah resapan air. Penyangga dan apabila hujan lebat maka 3 desa; Wonosari, Harumsari dan Jambo Rambung menjadi langganan banjir akibat gunung titi akar telah gundul.

Ironisnya Kadishutbun dan mantan Bupati Atam (Drs H Abdul Latif tetap merekomendasikan bahkan menerbitkan ijin lokasi—SK Bupati Nomor 308 tanggal 22 April tahun 2010—surat rekomendasi IUPB  nomor 522/5/07 tanggal 1 Juni Tahun 2010. Serta surat hasil evaluasi atas nama kadishutbun Atam Nomor 522/662/2008.

Padahal, telah berkali-kali masyarakat; agar penambahan lokasi HGU PT SKPI seluas 200 hektar dibatalkan, mengingat potensi banjir dan konflik sangat dominan, namun Pemkab Atam tidak pernah menanggapi.
****

Banjir Akibat Pembukaan Perkebunan dan Eksploitasi Log
LembAHtari menilai perubahan dan kerusakan tutupan lahan dikawasan hutan hujan tropis KEL di Aceh Tamiang sudah kritis dan sudah pada tingkat yang membahayakan untuk mengundang benccana banjir bandang lanjutan setelah tragedy tahun 2006 lalu.

Kerusakan hulu hilir menjadi penyebab utama datangnya bencana banjir, seperti di Kecamatan Tenggulun, Tamiang Hulu, Bandar Pusaka, Sekrak dan Karang baru disebabkan karena adanya tutupan lahan yang terbuka dan alihfungsikan dijadikan perkebunan kelapa sawit dan eksploitasi kayu log secara besar-besaran pada masa lalu.

Sementara DAS Tamiang termasuk alur-alur besar sudah mulai kering, sedimentasi air sungai Tamiang sudah pada tingkat yang mengkawatirkan, hutan yang tersisa sebagai penyangga berbatas dengan Gayo Luwes, Aceh Tenggara dan Aceh Timur diperkirakan hanya mencapai 10 persen dari luas wilayah Atam 193.972 hektar.

“Kerusakan kawasan hutan mangrove di 4 kecamatan pesisir Atam dari luas 22,500 hektar kritis dan hanya tersisa berkisar 30 persen. Hal lain ada bukti rekayasa, kolusi dalam menerbitkan dan pemberian ijin oleh Dishutbun dan Bupati Atam, ini kan kebijakan yang salah”, tegas Sayed Zainal.

Ditambahkan, pemicu terbesar bencana banjir bandang adalah apabila hujan turun rata-rata antara 200-350 mm perdetik apalagi di empat hulu kabupaten berbatasan, Aceh Timur, Gayo Luwes, Aceh Tenggara dan Kabupaten Langkat berpotensi banjir bandang bisa dapat dipastikan. (syawaluddin).
****

PT MPLI
“Kami Legal Bukan Ilegal”

Direktur PT MPLI, Joni Rusli kepada Suara Tamiang menegaskan, pihaknya bukan perusahaan perkebunan yang illegal, sebab perusahaan perkebunan PT MPLi dilengkapan oleh aturan perundang-undangan yang berlaku. “Kami legal, bukan illegal”, tegas joni.

Dirinya sangat keberatan atas indikasi PT MPLI illegal dan telah melakukan perambahan serta pembersihan tanpa dilengkapi ijin-ijin. Menurutnya PT MPLI beroperasi dengan ijin-ijin yang lengkap dan dengan status lahan HGU yang diberikan oleh Pemerintah RI dan dengan jangka waktu berlaku yang masih lama.

Perusahaan telah memperoleh ijin Landclearing yang surat ijin nomor 525/BP2T/3151/2010 tentang ijin Leanclearing (apembukaan lahan) seluas 1.470 hektar. Jadi perusahaan disini sama sekali tidak menyalahi aturan dan sudah boleh melakukan kegiatannya seperti pembersihan lahan untuk keperluan penanaman kelapa sawit.

Perambahan di hutan produksi adalah sama sekali tidak benar, termasuk pengukuran ulang terhadap areal HGU PT MPLI perusahaan menegaskan bahwasannya sudah dilakukan berita acara pemeriksaan lapangan PT MPLI oleh dinas terkait dimana hasil pengecekkannya patok batas terhadap HGU PT MPLI telah sesuai dengan peta kadastral dan data titik koordinat yang diterbitkan oleh BPN.

“Kita lakukan Pengukuran yang dilaksanakan oleh tim dengan menggunakan GPS merk Garmin Type 76CSX dan Garmin Type 60 CSX. Hasilnya diberbagai patok HGU tidak ditemukannya adanya perluasan areal HGU yang dikerjakan oleh pihak PT MPLI”. Katanya. | RICO. F