Puluhan jurnalis Banda Aceh dari sejumlah organisasi kewartawanan di Aceh yang menamakan diri Forum Jurnalis Aceh Anti Kekerasan, Jumat ...
Puluhan jurnalis Banda Aceh dari sejumlah organisasi kewartawanan di
Aceh yang menamakan diri Forum Jurnalis Aceh Anti Kekerasan, Jumat
(1/6), berunjuk rasa di depan Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh.
Mereka mendesak agar penegak hukum mengusut tuntas dan mengadili pelaku
kekerasan terhadap para jurnalis di sejumlah daerah di Indonesia, yang
marak dalam beberapa waktu terakhir.
Para jurnalis tersebut di
antaranya tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh,
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh, dan Ikatan Jurnalis Televisi
Indonesia (IJTI) Aceh. Mereka datang dari media lokal, nasional, maupun
internasional, baik cetak maupun elektronik.
Koordinator Lapangan
Pengunjuk Rasa, M Riza El Naseer, mengatakan, tindakan penyerangan dan
pemukulan terhadap jurnalis merupakan bentuk pengekangan terhadap kerja
jurnalis yang dalam menjalankan tugasnya dilindungan Undang Undang 40
Tahun 1999.
Hal ini membuktikan bahwa masih minimnya pemahaman
penegak hukum, alat negara dan masyarakat terhadap fungsi dan peran
jurnalis di tengah masyarakat, kata Riza.
Sejumlah kasus
kekerasan terhadap jurnalis dalam beberapa waktu terakhir di antaranya
kekerasan yang dialami sejumlah jurnalis di Padang, Sumatera B arat,
saat meliput penertiban sejumkah kafe yang diduga menjadi ajang tempat
mesum. Tindak kekerasan tersebut dilakukan oleh anggota TNI dari
kesatuan mariner.
Ada tujuh jurnalis yang menjadi korban kekerasan
dalam peristiwa Selasa (29/5) tersebut. Mereka adalah Budi Sunandar
(Global TV), Sy Ridwan (fotografer Padang Ekspres), Jamaldi (jurnalis
Favorit Televisi), Andora Khew (jurnalis SCTV), dan Julian (jurnalis
Trans 7).
Di Morowali, Sulawesi Tengah, kekerasan menimpa jurnalis Harian Kompas, Reny Sri Ayu Taslim, dan jurnalis Harian Mercusuar
, Mochtar Mahyuddin, yang dikeroyok dan dipukul sejumlah orang saat
meliput antrean warga di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU)
Bungku, Selasa.
Sehari sebelumnya, Senin (28/5), kamera jurnalis
Batam TV, Bagong Sastra Negara dirampas oleh seorang yang berpakaian
mirip tentara saat meliput kelangkaan BBM di SPBU Simpang Tobing, Kota
Batam. Yang terbaru, Kamis (31/5), jurnalis surat kabar harian Posko
Malut di Ternate, Maluku Selatang, diserang oleh anggota DPRD Maluku
Selatan, Isak Naser.
Riza menambahkan, jurnalis adalah penyambung
lidah masyarakat, yang mempunyai tanggung jawab moral untuk memberikan
informasi yang benar kepada publik. Mereka bekerja berdasarkan kode etik
dan undang undang yang berlaku.
Jadi, jika merasa keberatan
dengan pemberitaan atau merasa dirugikan, seharusnya dapat menggunakan
hak jawab atau hak tolak. Tindak kekerasan terhadap jurnalis atau kepada
siapapun, dalam bentuk apapun yang tak patut, harus diberantas, ujar
koresponden media portal Vivanews.com tersebut.
Jurnalis Okezone.com, Salman
Mardira, mengatakan, dengan masih adanya tindak kekerasan terhadap
jurnalis, khususnya oleh aparat negara, menujukkan negara gagal
melindungi kerja jurnalis yang dilindungi UU. Padahal, era reformasi,
yang meneguhkan kebebasan pers telah bergulir lebih dari satu dasawarsa.
Oleh karena itu, kekerasan-kekerasan ini harus diusut tuntas dan jangan ada lagi kekerasan-kekerasan berikutnya, kara dia.
Mereka
juga meminta petinggi TNI memecat anggotanya yang terbukti memukul
jurnalis di Padang. Meminta penegak hukum mengusut tuntas dan mengadili
kasus-kasus kekerasan terhadap wartawan di tanah air.