Pemerintah Malaysia meminta maaf dan mengakui telah terlambat memberitahukan kepada pihak Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur terkait k...
Pemerintah
Malaysia meminta maaf dan
mengakui telah terlambat memberitahukan kepada pihak Kedutaan Besar RI di Kuala
Lumpur terkait kematian tiga tenaga kerja Indonesia asal Nusa Tenggara Barat.
Hasil otopsi yang dilakukan Tim Forensik Mabes Polri, organ ketiga jenazah itu
dinyatakan utuh. Namun, keluarga masih meragukan hasil tersebut.
”Kepada
tim Kemlu, yang kami kirim ke sana (Malaysia ),
mereka meminta maaf lantaran terlambat menyampaikan informasi ke KBRI soal
kematian ketiga TKI itu. Pengakuan yang sama disampaikan Kepolisian Malaysia ,” kata Menlu Marty Natalegawa, Jumat
(27/4), seusai gelar jumpa pers bersama Mabes Polri di kantor Kemlu, Pejambon, Jakarta .
Insiden
penembakan ketiga TKI oleh aparat kepolisian Malaysia diketahui terjadi 24 Maret
2012. Akan tetapi, perwakilan RI di Malaysia baru dikabari pada tanggal 2 April
2012. Ketiga TKI, Abdul Kadir Jaelani, Herman, dan Mad Noor, tewas ditembak
aparat Kepolisian Diraja Malaysia
setelah dicurigai akan merampok.
Kontroversi
mencuat saat ketiga jenazah tiba di Tanah Air dan pihak keluarga curiga dengan
bekas-bekas jahitan di tubuh mereka. Keluarga khawatir ketiganya menjadi korban
perdagangan organ manusia secara ilegal.
”Sekarang
tinggal menunggu hasil kerja tim investigasi yang dibentuk Pemerintah Malaysia untuk
menjelaskan kejadian yang berujung pada kematian ketiga TKI tadi,” ujar Marty.
Menurut
Marty, Pemerintah Malaysia
telah sepakat membentuk tim investigasi khusus yang hasil penyelidikannya akan
diserahkan kepada Kejaksaan Agung Malaysia . Tim investigasi akan
menelusuri dan mengumpulkan informasi seputar kejadian, mulai dari aparat
kepolisian yang menangani kasus itu, para saksi mata di lokasi kejadian, sampai
ke pihak pelapor.
Tim
dari Kemlu yang dipimpin Staf Ahli Menlu Bidang Kerja Sama Institusi Suprapto
Martosetomo sejak 24 April 2012 mendatangi dan mengumpulkan data terkait dari
Rumah Sakit Port Dickson, Negeri Sembilan, Kemlu, dan Mabes Kepolisian Diraja
Malaysia. Mereka juga bertemu lima
dokter yang melakukan proses otopsi.
Penjelasan Polri
Dalam
jumpa pers di Kemlu, Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri Brigjen (Pol)
Musaddeq Ishaq menjelaskan, pihaknya telah memverifikasi dengan menggelar
otopsi atas ketiga jenazah, bekerja sama dengan Tim Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Otopsi selama dua hari itu dilakukan
secara independen dan transparan. Kesimpulannya, penyebab kematian adalah luka
tembak di kepala dan dada kiri.
”Seluruh
organ vital tubuh (mereka) seperti mata, otak, jantung, hati, ginjal, dan
lainnya dalam keadaan lengkap. Semua bekas jahitan di tubuh ketiga jenazah
adalah bekas irisan pisau bedah untuk keperluan otopsi oleh dokter ahli forensik,”
papar Musaddeq.
Hasil
otopsi yang dilakukan di dalam negeri itu memastikan, dugaan adanya organ-organ
tubuh ketiga jenazah TKI yang hilang, atau bahkan diperjualbelikan secara
ilegal, tidak terbukti.
Musaddeq
menolak merinci luka tembak yang ada di tubuh ketiga jenazah TKI karena hal itu
masuk kategori rahasia kedokteran. ”Prosedur operasi standar proses otopsi oleh
kedokteran forensik di seluruh dunia sama. Intinya, seluruh organ yang ada
kaitan dengan kejadian harus dikeluarkan, termasuk organ otak. Juga jika bagian
matanya kena, ya harus dikeluarkan (bola) matanya,” ujar Musaddeq.
Setelah
itu, pemeriksaan secara rinci dilakukan untuk menentukan kelainan atau penyebab
kematian. Selesai otopsi, organ-organ tersebut dikembalikan ke dalam tubuh
jenazah.
”Dengan
pertimbangan menjaga unsur kosmetika, bisa saja ditambahkan atau dimasukkan
unsur lain seperti kapas, plastik, atau apa pun agar bentuknya bisa rapi
kembali saat jenazah dikembalikan,” ujar Musaddeq.
Kemarin,
Tim Forensik dan Identifikasi Polda NTB juga mengotopsi jenazah Misdar alias
Mad Noor, TKI asal Desa Pengadangan, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok
Timur. Dengan selesainya otopsi Mad Noor, proses otopsi ketiga jenazah TKI dari
Lombok Timur, NTB, yang meninggal di Malaysia , selesai. Sehari
sebelumnya diotopsi jenazah Herman dan Abdul Kadir Jaelani, keduanya dari Desa
Pringgasela Selatan, Kecamatan Pringgasela, Lombok Timur.
Proses
otopsi jenazah Mad Noor disaksikan kakak almarhum, yakni Nurmawi dan Sahudin.
Menurut Nurmawi, pada jenazah Mad Noor tampak bekas jahitan di bagian belakang
kepala dan tubuh. Bagian dalam tubuh, termasuk isi kepala, masih ada.
M
Tohri, kakak almarhum Abdul Kadir Jaelani, meminta hasil otopsi atas adiknya.
Dia mengaku belum puas atas penjelasan hasil otopsi dan tetap mencurigai organ
tubuh adiknya tidak utuh.
Dokter
ahli forensik RSCM, Ade Firmansyah, mengatakan, dari segi prosedur di Indonesia ,
dokter melakukan otopsi berdasarkan permintaan dari polisi untuk kepentingan
penyidikan kasus pidana. Polisi lalu memberitahukan otopsi yang akan dilakukan
kepada pihak keluarga.
Guru
Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengapresiasi
Menlu Marty Natalegawa yang meminta Pemerintah Malaysia memberikan penjelasan atas
penembakan tiga TKI. Jika terjadi pelanggaran hukum yang dilakukan TKI di
Malaysia, menurut Hikmahanto, sangat penting perwakilan Indonesia di sana melakukan pengawalan.
Komnas
HAM akan membentuk tim untuk menyelidiki meninggalnya dan dugaan penjualan
organ tubuh yang dialami tiga TKI asal NTB di Malaysia. Tim akan diumumkan
pekan depan dan rencananya bekerja selama satu bulan.
”Kami
memutuskan membentuk tim karena kematian TKI bukan lagi gejala temporer, tetapi
diduga sudah sistematis. Penyelidikan kami tidak hanya tentang kematian TKI,
tetapi aspek yang lebih jauh, seperti dugaan penjualan organ,” kata Ketua
Komnas HAM Ifdhal Kasim.
Ifdhal
menuturkan, Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB Tahun 1990 tentang
Perlindungan Seluruh Hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya atau yang dikenal
sebagai Konvensi Buruh Migran pada 7 Februari 2012. Itu berarti, lembaga
internasional bisa dilibatkan dalam pengusutan kasus terbunuhnya tiga TKI asal
NTB.(kompas.com)
