HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Penangguhan Penahanan Dikabulkan, Keuchik Meunasah Rayeuk Munirwan Tersenyum Bahagia

Lentera 24.com | BANDA ACEH -- Teungku Munirwan tampak tersenyum bahagia ketika ke luar dari Gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit...

Lentera24.com | BANDA ACEH -- Teungku Munirwan tampak tersenyum bahagia ketika ke luar dari Gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Aceh, Banda Aceh, Jumat (26/7) malam. Dia baru saja mendapat penangguhan penahanan dari Kapolda Aceh setelah ditahan sejak Selasa (23/7) terkait kasus pengedaran bibit padi jenis IF8 tak berlabel. 

Foto : Serambi
Saat ke luar dari ruang, Keuchik Meunasah Rayeuk, Kecamtan Nisam, Aceh Utara, itu tampak mengenakan kemeja warna biru dongker dan sarung. Munirwan yang didampingi dua kuasa hukumnya, Feri Bukhari dan Khairil meninggalkan gedung yang juga tempat dirinya ditahan selama tiga itu, sekitar pukul 19.45 WIB.

“Alhamdulillah, puji kepada Allah yang sudah memberikan kemudahan kepada saya dari segala cobaan ini dan saya ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan, petani, dan masyarakat Aceh yang telah mendukung saya. Saya juga berterima kasih kepada kuasa hukum yang setiap saat mendampingi saya,” kata Munirwan dengan suara rendah.

Dia berharap persoalan yang sedang dihadapinya itu diberikan kemudahan oleh Allah. “Mungkin dengan kejadian ini, ke depan mudah-mudahan saya akan lebih baik. Masalah ini tidak kita anggap sebagai musibah besar, tapi kita anggap suatu ujian. Dengan adanya ini mudah-mudahan saya akan lebih baik ke depan,” ujar keuchik inovator tersebut.

Kini, Munirwan sudah bisa kembali ke rumahnya meskipun proses hukum tetap berlanjut. Sebelum Munirwan pulang, Kabid Humas Polda Aceh Kombes Pol Ary Apriyono bersama Direktur Reskrimsus, Kombes Pol Saladin serta Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, A Hanan MM menggelar konferensi pers mengabarkan informasi penangguhan penahanan. 

“Kemarin pengacara tersangka mengajukan permohonan penangguhan. Kami lakukan penangguhan penahanan bukan desakan dari media atau masyarakat, tapi karena faktor pertimbangan orang tuanya akan naik haji, di samping yang bersangkutan cukup kooperatif,” kata Saladin.

Saladin menjelaskan sebenarnya secara aturan batas penahanan pertama di tingkat penyidik (polisi) selama 20 hari. Sedangkan Munirwan baru ditahan tiga hari sejak Selasa (23/7) lalu. Menurut Saladin, pemberian penangguhan tersebut tidak lain hanya karena mempertimbangkan aspek kemanusiaan saja.

“Kenapa kami tangguhkan, pertama agar (Munirwan) bisa melaksanakan aktivitas sebagai kepala desa, kemudian orang tua yang bersangkutan hendak naik haji, jadi mau buat acara,” ujar dia seraya menegaskan bahwa penahanan Munirwan bukan dalam kapasitas sebagai keuchik, melainkan sebagai Direktur PT Bumades Nisami Indonesia.

Saladin menambahkan, pemberian penangguhan penahanan tersebut tidak terikat waktu selama tersangka bisa kooperatif. “Sampai kapan, kita akan lihat sampai sejauh kasus ini. Kalau memang sampai ke pengadilan tapi yang besangkutan beritikad baik, tidak menghilangkan barang bukti, wajib lapor dilaksanakan, tidak masalah,” ungkap Saladin.

Sebelum penangguhan penahanan diberikan, tim kuasa hukum Munirwan bersama sejumlah LSM menggalang dukungan dengan mengajak masyarakat menjadi penjamin Munirwan. Caranya dengan mengirimkan foto KTP ke pihaknya. Penggalangan itu diprakarsai Koalisi NGO HAM Aceh sejak Munirwan ditahan Selasa hingga Kamis (23-25/7) siang.

Tim kuasa hukum berhasil mengumpulkan KTP dari masyarakat sekitar 2.000 lembar, termasuk jaminan dari Kadistanbun Aceh A Hanan. Namun, hanya 200 lembar yang diserahkan kepada penyidik kemarin. “KTP ini terkumpul sejak tadi malam (Rabu malam) dan hari ini kita serahkan kepada penyidik sebagai bukti,” kata tim kuasa hukum, Feri Bukhari.

Direktur Bumades

Saladin juga menjelaskan proses penanganan kasus pengedaran bibit padi jenis IF8 tak berlabel. Munirwan yang ditetapkan sebagai tersangka bukan dalam status keuchik atau petani tapi sebagai Direktur PT Bumades Nisami Indonesia.

Menurut Saladin, kasus itu diungkap bukan berdasarkan laporan atau aduan dari pihak tertentu. Dia juga menegaskan perkara itu bukan diadukan Kadistanbun Aceh A Hanan sebagaimana diberitakan sebelumnya, tapi justru didasari laporan polisi model A pada 11 Juli 2019. 

Laporan polisi model A merupakan laporan yang dibuat polisi yang mengetahui adanya tindak pidana. Penanganan seperti ini diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Polri.

“Dari gelar perkara sudah cukup bukti yang bersangkutan diduga sebagai tersangka. Kepada masyarakat, terutama tokoh-tokoh dan aparat pemerintah perlu kami sampaikan, yang kami tingkatkan statusnya sebagai tersangka bukanlah petani, bukanlah kepala desa, tapi sebagai Direktur PT Bumades Nisami Indonesia,” ungkapnya.

Menurut Saladin, PT Bumades—perusahaan yang mengerdarkan bibit—berbeda dengan BUMDes dan tidak saling berkaitan. Dia mengatakan, perusahaan tersebut juga bisa ikut tender pemerintah. Perusahaan itu, lanjut Saladin, berdiri dengan saham beberapa orang.

“PT itu tidak berkaitan dengan BUMG, tapi milik pribadi. Dia melakukan jual beli (bibit) bukan atas nama BUMdes, tapi atas nama perusahaan yang sahamnya dari beberapa temannya, bukan dari dana desa,” terang mantan Kabid Humas Polda Aceh itu. [] SERAMBI