HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Antisipasi Dini TBC dengan Pemeriksaan Kesehatan

Lentera 24.com | YOGYAKARTA -- Penyakit Tuberkulosis (TBC) hingga sekarang masih menjadi penyakit yang menyebabkan kematian terbesar di anta...

Lentera24.com | YOGYAKARTA -- Penyakit Tuberkulosis (TBC) hingga sekarang masih menjadi penyakit yang menyebabkan kematian terbesar di antara penyakit menular lainnya. 

Foto : Ilustrasi
Dunia pun masih belum bebas dari TBC. Kondisi ini tentunya terbilang sangat memperihatinkan. Besar dan luasnya permasalahan akibat TBC, mengharuskan semua pihak untuk dapat berkomitmen dan bekerjasama dalam melakukan pencegahan dan pengendalian TBC. 

Sebab kerugian yang diakibatkan sangat besar, bukan hanya dari aspek kesehatan semata tetapi juga dari aspek sosial maupun ekonomi. Sehingga TBC juga menjadi ancaman terhadap cita-cita pembangunan. Masih minimnya pengetahuan dan kesadaran terhadap bahaya TBC ini diduga menjadi penyebabnya. 

Karena itu, perlu terus sosialiasi dan edukasi terhadap persoalan tersebut. Baik di lingkungan masyarakat, instansi maupun pendidikan, baik di sekolah umum maupun di pesantren. 

Hal itu seperti yang dilakukan di pondok pesantren (Ponpes) Sunan Pandanaran, yang berada di dusun Turen, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman. Dimana di Ponpes yang memiliki pendidikan mulai dari tingkat usia dini hingga perguruan tinggi tersebut memiliki kebijakan tersendiri terhadap kesehatan para santrinya. 

Baik yang menyangkut dengan penyakit maupun psikis lainnya. Di antaranya sebagai deteksi dini adanya ganggua kesehatan, yaitu dengan melakukan pemeriksaan kesehatan saat santri di tempat ini akan masuk dalam lembaga pendidikan, terutama tingkat SMP dan SMA (MTs dan MA). 

“Untuk deteksi dan pencegahan dini terhadap kesehatan santri, maka saat masuk di semester awal, ada pemeriksaan kesehatan,” kata pengurus komplek 3 Ponpes Sunan Pandanaran, Turen, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman, Murni Ati. 

Murni menjelaskan meski belum ada yang ditemukan positif TBC, namun dengan pemeriksaan awal tersebut, dapat diketahui santri itu memiliki riwayat kesehatan apa. Sehingga dapat segera ditangani secepatnya jika ada yang memerlukan penagganan lebih lanjut. 

Untuk penangganan kesehatan sendiri, di tempat ini sudah ada Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren). “Selain memiliki tim medis sendiri, untuk pemeriksaa kesehatan juga dibantu dari tim medis Puskesmas setempat,” paparnya. 

Menurut Murni, dari hasil pemeriksaaan, memang ada santri yang memiliki penyakit sesak, asma dan maag. Untuk itu, sebagai tindaklanjut dari pemeriksaan kesehatan itu, juga dengan mengalakkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS). 

Selain dengan penyuluhan kesehatan, juga gerakan kebersihan lingkungan dan tentunya olahraga. “Untuk penyuluhan kesehatan rutin dilaksanakan saat libur semesteran. Untuk kebersihan lingkungan, selain harian juga setiap hari Jumat. Untuk harian dengan membersihkan kamar santri yang digilir per piket santri dan untuk setiap Jumat dengan membersihkan semua lingkungan,” jelasnya. 

Murni sendiri berharap dengan langkah ini, santri di Ponpes tetap sehat dan tidak ada yang menderita penyakit menular, baik TBC maupun yang lainnya. 

Termasuk juga memberikan kontribusi bagi pemerintah dalam menekan dan mencegah penyakit menular,khususnya TBC. 

Kepala seksi (Kasi) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman, Dulzaini mengatakan Pemkab Sleman terus berupaya untuk mengidentifikasi penderita TBC dan merujuk yang bersangkutan untuk segera mendapatkan bantuan medis sehingga mencegah terjadinya penularan. 

Di antaranya dengan melakukan sosialisasi dan penyuluhan. “Untuk kegiatan ini menyasar ke semua lapisan masyarakat termasuk pesantren,” katanya, Penderita TBC di Sleman sendiri masih cukup tinggi.

Data pemkab setempat, pada tahun 2017, tercatat ada 884 kasus dan hingga Juli 2018 telah ada 505 kasus. “TBC itu penderitanya banyak, tapi yang tercatat hanya sebagian. Maka kita mentargetkan untuk menemukan penderita TBC ini,” jelasnya. 

Dr Nindya Pratita, Sp.T.H.T.K.L dari Kodim Yogyakarta mengatakan untuk pemyakit TBC ini memang perlu terus melakukan sosialisasi dan penyuluhan hingga tingkat bawah. Terutama yang sudah suspect TBC. 

Sebab kebanyakan kegagalan penanganan TBC, karena penderitanya tidak patuh dalan pengobatan. Selain tidak mematuhi minum obat juga juga ada yang menghentikan minum obat. Akibatnya penderita TBC menjadi resisten terhada obat TBC. 

Sehingga dengan kondisi ini bukan hanya membahayakan bagi diri penderita itu sendiri namun juga orang lain. Sebab penyakit ini menular. Untuk penularan sendiri bisa melalui udara maupun percik dahak penderita TBC.

Katena itu perlu kesadaran bersama dalam menjaga kebersihan lingkungan. “Dari catatan untuk tingkat keberhasilan pengobatan TBC sepanjang tahun 2008-2009 baru mencapai 90 persen,” jelasnya. [] SINDONEWS