Lentera 24.com | JAKARTA -- Tryagus Arief Rachman tak hanya mampu bersaing di sepakbola dan balap sepeda pada jajaran Tim nasional paralimp...
Lentera24.com | JAKARTA -- Tryagus Arief Rachman tak hanya mampu bersaing di sepakbola dan balap sepeda pada jajaran Tim nasional paralimpiade. Dia serbabisa.
Agus bergabung dengan National Paralympic Committee (NPC) Indonesia 2013 atau lima tahun lalu. Dia tak langsung bergabung dengan Timnas balap sepeda.
Alih-alih berlabel atlet nasional, Agus tak pernah berpikir menjadikan atlet sebagai profesionya.
"Saya tidak kepikiran jadi atlet. Dulu ada Pak Mifta Fulfaizin, orang Jepara, pencari bakat yang atlet difabel. Dia tahu saya dan ajak saya," kata Agus dalam One on One detikSport.
"Dulu, awalnya saya malah atletik, latihannya lari-lari, lempar, seadanya saja saya ikut. Akhirnya disuruh pindah ke bola pada 2015. Sampai prestasi yang kemarin sepakbola itu (medali emas ASEAN Para Games 2017. Barulah di balap sepeda pindah pada 2018," kata dia.
Di balap sepeda, Agus merasa menemukan rumah. Tapi, dia berharap untuk tetap bisa mengembangkan ketrampilan di atletik dan balap sepeda.
"Kalau selama ini yang ingin saya utamakan sih sepeda lah. Saat ini sepeda. Tapi, saya ingin multitalent karena dasarnya saya ingin menginspirasi orang-orang di luar sana bahwa keterbatasan itu bukan sebagai halangan," ujar dia.
"Saya ingin 'mengatakan' bahwa keterbatasan bukan berarti kami tidak bisa berekspresi. Tapi, kami justru bisa olahraga ini, bisa olahraga itu. Agar orang-orang bisa melihat, oh ternyata difabel orangnya kreatif, bukan hanya malas-malasan, tidur di rumah," dia menambahkan.
"Kan banyak orang tua yang anaknya difabel malah, bagaimana ya, sangat disayangkan mereka justru memegang prinsip, sudahlah enggak usah keluar rumah. jangan sampai begitu," ujar dia.
Di Asian Para Games 2018 ini, Agus tampil di nomor-nomor trek. Dia manggung di 3000 meter sprint dan 1000 meter pursuit. [] DETIK.COM
 |
| Foto : Detik.com |
Alih-alih berlabel atlet nasional, Agus tak pernah berpikir menjadikan atlet sebagai profesionya.
"Saya tidak kepikiran jadi atlet. Dulu ada Pak Mifta Fulfaizin, orang Jepara, pencari bakat yang atlet difabel. Dia tahu saya dan ajak saya," kata Agus dalam One on One detikSport.
"Dulu, awalnya saya malah atletik, latihannya lari-lari, lempar, seadanya saja saya ikut. Akhirnya disuruh pindah ke bola pada 2015. Sampai prestasi yang kemarin sepakbola itu (medali emas ASEAN Para Games 2017. Barulah di balap sepeda pindah pada 2018," kata dia.
Di balap sepeda, Agus merasa menemukan rumah. Tapi, dia berharap untuk tetap bisa mengembangkan ketrampilan di atletik dan balap sepeda.
"Kalau selama ini yang ingin saya utamakan sih sepeda lah. Saat ini sepeda. Tapi, saya ingin multitalent karena dasarnya saya ingin menginspirasi orang-orang di luar sana bahwa keterbatasan itu bukan sebagai halangan," ujar dia.
"Saya ingin 'mengatakan' bahwa keterbatasan bukan berarti kami tidak bisa berekspresi. Tapi, kami justru bisa olahraga ini, bisa olahraga itu. Agar orang-orang bisa melihat, oh ternyata difabel orangnya kreatif, bukan hanya malas-malasan, tidur di rumah," dia menambahkan.
"Kan banyak orang tua yang anaknya difabel malah, bagaimana ya, sangat disayangkan mereka justru memegang prinsip, sudahlah enggak usah keluar rumah. jangan sampai begitu," ujar dia.
Di Asian Para Games 2018 ini, Agus tampil di nomor-nomor trek. Dia manggung di 3000 meter sprint dan 1000 meter pursuit. [] DETIK.COM
