HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Warga Mentawak Terpaksa Melalui Wilayah Sumut

Foto : Ilustrasi/ciptakaria.pu.go.id  suara-tamiang.com , ACEH TAMIANG -- Selama puluhan tahun warga Mentawak, Kampung Semadam, Kecamat...

Foto : Ilustrasi/ciptakaria.pu.go.id 
suara-tamiang.com, ACEH TAMIANG -- Selama puluhan tahun warga Mentawak, Kampung Semadam, Kecamatan Kejuruan Muda, Kabupaten Aceh Tamiang, terkesan terisolir. 

Persoalannya, warga setempat harus melintasi Kampung Ternak, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, dikarenakan akses jalan utama keluar masuk menuju wilayah tersebut kini telah menjadi jalan perkebunan PT Semadam.

Informasi yang diperoleh MedanBisnis, Selasa (2/2), lintasan utama menuju permukiman penduduk di Mentawak yang didiami lebih kurang 400 kepala keluarga (KK) dan diklaim telah menjadi jalan perkebunan, sekarang tidak bisa dilalui kendaraan pengangkut bahan kebutuhan pokok ataupun membawa keluar berbagai jenis hasil produksi pertanian serta perkebunan masyarakat. Ini dikarenakan jalan sudah dipasang palang besi oleh perusahaan perkebunan.

Untuk lintasan jalan perkebunan kelapa sawit PT Semadam tersebut, hanya dapat dilalui menggunakan sepedamotor, karena palang jalan yang dipasang perusahaan selalu dalam keadaan terkunci.

Menurut informasi, pemasangan palang di ruas jalan dimaksud oleh perusahaan sebagai upaya menghindari terjadinya pencurian buah kelapa sawit.

Abdul Jafar, warga Mentawak yang didampingi beberapa warga lain di hadapan Mustaqim, anggota DPRK Aceh Tamiang dari Fraksi Partai Aceh (PA), mengeluhkan akibat akses jalan ini ditutup ketika ada warga yang sakit untuk dibawa ke rumah sakit di ibu kota kabupaten, harus melintasi jalan Sumatera Utara.

"Melintasi jalan dari Besitang, Sumatera Utara, harus bayar biaya palang. Kalau kendaraan pribadi biasanya membayar Rp 2.000, untuk angkutan hasil pertanian atau membawa masuk barang kebutuhan pokok minimal harus membayar biaya palang sebesar Rp 20.000," ungkap Jafar.

Menurut Jafar, badan jalan yang dipalang berbahan besi oleh perusahaan perkebunan itu dan panjangnya sekitar 5 km, sebenarnya sudah ada sejak tahun 1970, ketika itu digunakan untuk mengangkut kayu balok dari perusahaan yang mendapat izin hak pengelolaan hutan (HPH).

"Bahkan jalan ini sudah ada jauh sebelum adanya perkebunan PT Semadam," ujarnya, seraya mengatakan dirinya juga tidak mengetahui persis mengapa kini menjadi jalan perkebunan PT Semadam.

Karena itu, Jafar bersama warga lain meminta kepada DPRK Aceh Tamiang dan Bupati Aceh Tamiang Hamdan Sati agar bisa memikirkan nasib masyarakat di sana, yang hingga saat ini belum memiliki akses keluar-masuk, terpaksa melewati wilayah Sumatera Utara.

"Ya, kami sangat berharap minimal jalan dari perkebunan itu jangan lagi dipalang, sehingga kami bisa menggunakan jalan ini secara maksimal sebagai jalur transportasi utama warga di pedalaman ini," pungkas Jafar.

Anggota DPRK Aceh Tamiang Mustaqim di sela kunjungannya ke Mentawak, mengatakan selaku wakil rakyat dirinya akan menyampaikan permasalahan yang dialami warga itu kepada teman-temannya di DPRK, termasuk juga ke Pemkab Aceh Tamiang.

"Kam I turut prihatin dengan kondisi warga Mentawak yang berbatasan langsung dengan Sumatera Utara ini, sementara permukiman Mentawak bisa tembus hingga Kecamatan Tenggulun," ujar Mustaqim, sembari meminta masyarakat juga menyampaikan permasalahan dimaksud secara resmi kepada Bupati Aceh Tamiang agar bisa dicarikan solusinya. (indra/medanbisnis)