HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Sayed Hasan ‘Tumbal’ Pelaku Utama Hirup Udara Bebas

Ilustrasi-Google SYAWALUDDIN | STC journalistfoto07@gmail.com Kasus korupsi pengaspalan jalan   sepanjang 2000x3 meter—6000...

Ilustrasi-Google
SYAWALUDDIN | STC

Kasus korupsi pengaspalan jalan  sepanjang 2000x3 meter—6000 meter—yang dilaksanakan pekerjaan oleh PT Karya Muda Rantau senilai Rp.690 juta dialokasikan dari dana Anggaran Pembangunan dan Belanja Kabupaten (APBK) tahun 2007, syarat konsfirasi.

Dalam persidangan beberapa waktu lalu di Pengadilan Negeri Kualasimpang, jaksa tidak pernah menghadirkan tersangka utamanya dalam sidang itu. Malah direktur utama PT Karya Muda Rantau yang tidak melakukan praktik korupsi menjadi tersangka utamanya. Gawean jaksa penuntut umum dalam sidang ini, sarat dengan seribu tanda tanya, ada apa ini?... 

Sayed Hasan Bin Sayed Jafar direktur utama PT Karya Muda Rantau, terjerambab dan menjadi pesugihan konsfirasi korupsi proyek pembangunan jalan tersebut. Padahal pelaku utama Moses—kuasa direktur PT Karya Muda Rantau—Kepala Dinas PU Yushamdi ST—mantan kepala dinas pu—tim PHO dan Konsultan pengawas tak pernah disinggung dalam persidangan.

“Saya yakinkan, itu konsfirasi hukum yang sarat dengan praktik uang, bukan rahasia umum lagi itu. Banyak kesalahan yang dilakukan pihak Kejari Kualasimpang, dalam proses sidang hingga vonis hukuman untuk kasus Sayed Hasan, termasuk dalam menjalani tahanan luar. Kok tiba-tiba bisa manjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) tim kejaksaan, aneh rasanya”. Tegas Sayed Muhammad Reza, abang kandung Sayed Hasan.

Sayed Reza berpikir, agaknya; Sayed Hasan hanya di jadikan tumbal, dalam kasus ini untuk menutupi tersangka utamanya. Sebaliknya pihak  keluarga Sayed Hasan akan melakukan perlawanan hukum terhadap Kejari Kualasimpang, sebab sarat muatan tipu daya.

Diilustrasikan, bahwa; pada saat itu Sayed hasan tidak memiliki uang, hingga pada tanggal 14 Januari 2008 mengalihkan proyek pengeaspalan dengan member kuasa kepada Muhammad Sadeli Beth—warga rantau—yang dibuat di hadapan notaries Netti Suamiati, namun dalam pelaksanaan pekerjaan tidak selesai karena kesulitan keuangan. Lalu Sayed Hasan membatalkan kuasa dan melanjutkan  kepada Moses Tambunan pada tanggal 28 November 2008 di hadapan notaries yang sama.

Sayed Hasan telah memberikan kepercayaan penuh melalui surat kuasa kepada Moses Tambunan. Tentunya pelaksana pekerjaan dilapangan ada konsultan pengawas, Pejabat Pembuat Teknis Kegiatan (PPTK), Tim Provisional Hand Over (PHO) dan Kepala Dinas PU yang pada waktu itu dijabat Yushamdi ST.

Dalam pelaksanaannya dilapangan, telah terjadi rekayasa tahapan pekerjaan, termasuk membuat progress untuk penarikan dana 100 persen, oleh orang-orang yang disebutkan tadi, sesuai dengan fungsi dan tanggungjawabnya. Seakan-akan proyek pengaspalan jalan sudah selesai, notabenenya belum selesai.

Selanjutnya pada saat penarikan uang 100 persen sudah terjadi rekayasa di kantor keuangan Pemkab Aceh Tamiang (Atam). Sayed Hasan hanya dipanggil  dan menanda tangani penerimaan giro atas nama rekening perusahaan PT Karya Muda Rantau, namun nama pemilik rekening sesungguhnya atas nama Moses Tambunan.

“Pertimbangan kami; karena semua proses pelaksanaan pekerjaan dilapangan dan termasuk surat menyurat kaitan dengan pencairan dana 100 persen telah ditanda tangani oleh Kepala Dinas PU Atam, Konsultan Pengawas, Tim PHO dan PPTK, sehingga pada penarikan penerimaan dana ya harus ditanda tangani, sebab prosedurnya sudah memenuhi standar”. Katanya

Tak sampai disitu, diluar sepengetahuan Sayed Hasan telah terjadi lagi rekayasa  untuk penarikan dana dan berakibat telah terjadi kerugian Negara sebesar Rp.213.730.227 juta. Anehnya orang lain yang melakukan harus di tanggung Sayed Hasan secara person, wah…hukum agaknya memang bisa dibeli ya?.

Tak hanya tentang proses aliran penarikan dana yang direkayasa, dalam persidangan juga. Sayed Hasan yang pada waktu itu tidak didampingi oleh penasehat hukum dalm persidangannya, pelaku utama merekayasa seakan-akan pekerjaan telah selesai 100 persen dan merekayasa tahapan progress penarikan sama sekali tidak dijadikan tersangka, sepeti Kadis PU Atam, Yushamdi ST, Tim PHO dan Konsultan Pengawas, termasuk Moses Tambunan.

Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muhammad Haikal dan Chairun Parapat dalam perjalanan persidangan Sayed Hasan, tidak pernah menghadirkan tersangka utamanya dalam persidangan dengan alasan (sudah dicari tapi tidak dapat), termasuk dengan sengaja dan terang-terangan JPU tidak membuktikan bahwa Penerimaan  dan pembayaran pekerjaan 100 persen adalah milik Moses.

Fakta membuktikan, dengan mudah  proses hukum bisa direkayasa, sementara fakta dan peristiwa hukum yang terjadi dikesampingkan, sedang JPU mentah-mentah menerima berkas dari penyidik tanpa melihat kebenaran yang ada.

Anehnya lagi, putusan PN Kualasimpang Nomor 314/Pid.B/2010/PN-KSP tertanggal 21 Februari 2011 yang memutuskan hukuman 1 tahun 8 bulan dan denda Rp.50 juta dan membayar ganti rugi atas kerugian Negara sebesar Rp.158.773.227 juta dan menetapkan Sayed Hasan Bin Jafar berada dalam tahanan dikurangi dari kurungan yang dijalaninya.

Apalagi putusan PN Kualasimpang sangat tidak adil, pelaku utama yang merekayasa dan menikmati uang Negara tidak terjamah, maka Sayed Hasan melakukan banding ke PT Banda Aceh dan di kabulkan. Dalam putusan tanggal 01 Mei 2011, Nomor 71/PID/2011/PT.BNA.

Konsfirasi pihak kejaksaan berlanjut, setelah putusan kasasi 28 Maret 2012 pelaksanaan awal eksekusi  oleh Kejari Kualasimpang tanggal 09 Agustus 2012 berdasarkan surat perintah Pelaksana Putusan Pengadilan Nomor Print-05/N.1.22/FU.1/08/2012 yang ditanda tangani oleh Kajari.

Bahwa pada panggilan kedua, Sayed Hasan tidak hadir untuk di eksekusi, Surat Kejaksaan Negeri nomor 13-1367/N.1.22/FIT/08/2012 tertanggal 29 Agustus 2012 dana melaksanakan Putusan Mahkamah Agung Reg.1711 K/PID.SUS/2011 tertanggal 28 Maret 2012. Sejalan dengan itu, pihak Kejari Kualasimpang tidak pernah menghubungi pihak keluarga untuk menjelaskan sisa hukuman yang harus dijalani.

Ironis memang, kajari dengan penangkapan Sayed Hasan di desa alur cucur rantau, dengan bangga memberitakan ke media cetak dan elektronik, seakan keberhasilan Kejari Kualasimpang dalam menangkap kembali Sayed Hasan. Bahkan Basyar Rifaie, dalam menghitung masa tahanan kota hanya 30 hari. Sehingga perhitungan dari Kejari Kualasimpang sangat memberatkan Sayed Hasan.

Hitungan berbalik dilakukan berdasarkan Penetapan Pengadilan Tinggi tanggal 02 Mei 2011, sedangkan putusan banding Pengadilan Tinggi Banda Aceh tertanggal 10 Mei 2011. Keterlaluan…dimana hati nurani ini diletakkan. (***)