Divestasi 7% saham PT Newmont Nusa Tenggara (NTT) tak kunjung selesai. Perdebatan di ranah hukum tentang legalitasnya belum menunjukkan ti...
Divestasi 7% saham PT Newmont Nusa Tenggara (NTT) tak kunjung selesai. Perdebatan di ranah hukum tentang legalitasnya belum menunjukkan titik temu. Persoalan pun melebar ke mana-mana.
Namun, dalam kisruh itu tak layak rasanya bila persoalan hanya ditarik pada legalitas atau persoalah sah tidaknya penjualan itu.
Lihatlah Nusa Tenggara Barat (NTB), provinsi tempat Newmont beroperasi itu masih merupakan kawasan miskin dan tertinggal dibandingkan Jakarta atau Pusat. Oleh sebab itu, pemerintah Pusat semestinya memberikan porsi pembagian hasil yang besar bagi pemerintah daerah.
Lihatlah Nusa Tenggara Barat (NTB), provinsi tempat Newmont beroperasi itu masih merupakan kawasan miskin dan tertinggal dibandingkan Jakarta atau Pusat. Oleh sebab itu, pemerintah Pusat semestinya memberikan porsi pembagian hasil yang besar bagi pemerintah daerah.
Menkeu atau pemerintahpusat seharusnya menyadari bahwa belum terealisasinya divestasi 7% saham NNT itu juga menguapkan peluang keuntungan ekonomi hingga lebih dari setahun. Akibat perdebatan panjang soal perlu tidaknya persetujuan DPR, maka sebetulnya sudah lebih dari satu tahun, daerah mengalami kerugian hilangnya kesempatan (opportunity loss) untuk memperoleh manfaat ekonomi dan sosial itu.
Keadilan sosial sebagai keharusan moral-etis dalam kehidupan berbangsa bernegara, mestinya menjadi pertimbangan pemerintah Pusat (menkeu) agar daerah penghasil kekayaan alam seperti Nusa Tenggara Barat (NTB) mendapatkan pembagian hasil yang proporsional.
"Karena itu, Pemerintah Pusat mestinya mendorong agar daerah dapat memiliki saham yang juga lebih besar di NTT. Jadi, sisa saham divestasi yang tinggal 7%, sebaiknya diberikan kepada daerah agar pemerintah dan masyarakat NTB bisa membangun ekonominya ," kata Pimpinan Komisi XI DPR Harry Azhar Azis terkait masih pro-kontranya pembelian sisa divestasi 7% saham Newmont, apakah pusat atau daerah. [tjs]
Modal asing dalam pengelolaan Newmont sebaiknya tidak boleh melebihi 49% sehingga tidak mendominasi pengelolaan sumber daya alam yang tak terbarukan itu. Sejauh ini, modal asing malah mempermainkan pihak-pihak lokal dan nasional dalam suatu politik adu domba yang sangat merugikan kepentingan daerah dan pusat untuk merasakan manfaat sosial-ekonomi dari pertambangan ini.
Modal asing dalam pengelolaan Newmont sebaiknya tidak boleh melebihi 49% sehingga tidak mendominasi pengelolaan sumber daya alam yang tak terbarukan itu. Sejauh ini, modal asing malah mempermainkan pihak-pihak lokal dan nasional dalam suatu politik adu domba yang sangat merugikan kepentingan daerah dan pusat untuk merasakan manfaat sosial-ekonomi dari pertambangan ini.
Masalah divestasi Newmont relatif komplikatif, karena ada laporan dugaan korupsi dalam proses divestasi 24% saham NTT kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meski KPK belum melakukan penyelidikan. Laporan yang disampaikan Indonesia Corruption Watch (ICW) itu masih dalam tahap pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) sehingga belum ditingkatkan ke penyelidikan. Namun itu menambah isu kompleksitas masalah terkait divestasi saham Newmont.
Dalam kaitan ini, masuk akal kalau para ekonom mengingatkan perlunya rasa keadilan ditegakkan. Daerah mesti diberi kesempatan membeli sisa saham, agar bisa meningkatkan penghasilan daerah dan untuk masyarakat setempat.
‘’Keadilan sosial dan perikemanusiaan yang adil dan beradab harusnya jadi pertimbangan dalam porsi pembagian hasil yang besar di PT Newmont Nusa Tenggara (NTT) agar pemerintah daerah Nusa Tenggara itu bisa membangun masyarakatnya,’’ kata Zulkieflimansyah, anggota DPR Fraksi PKS.
Masyarakat miskin di Nusa Tenggara sangat membutuhkan pemberdayaan sosial-ekonomi untuk memajukan kehidupan mereka yang sungguh tertinggal itu. Karena itu, yang penting, akuntabilitas dan transparansi menjadi kunci dalam pendayagunaan hasil dari sumber daya alam ini.
Editor : Yeddi
Sumber : Inilah.com