HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Menengok Alisa, Bayi di Konawe Selatan yang Lahir Tanpa Anus

Lentera 24.com | SULTRA -- Bayi Alisa (6 bulan) hanya bisa menangis saat dikunjungi kendarinesia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Konawe S...

Lentera24.com | SULTRA -- Bayi Alisa (6 bulan) hanya bisa menangis saat dikunjungi kendarinesia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), Sabtu pagi (13/4). Sesekali, nafas bayi mungil itu terlihat sesak, matanya bengkak, dan di mulutnya tampak jelas selang infus terpasang.

Foto : Kumparan
Ya, kondisi anak keempat dari pasangan Supri Suradi (42 tahun) dan Isnawati (35 tahun) asal Dusun II, Desa Baito, Kecamatan Baito, Kabupaten Konsel, itu memprihatinkan. Alisa terlahir tanpa memiliki lubang anus.

Alisa lahir pada 19 September 2018 melalui proses persalinan normal, dengan dibantu bidan di Puskesmas Baito, Konsel.

Sejak hari pertama dilahirkan, tak ada tanda-tanda kekurangan fisik pada Alisa. Bidan yang membantu proses persalinan juga menyatakan Alisa lahir dalam keadaan normal dan lengkap.

"Waktu dilahirkan normal, berat badannya 3 kilogram, setelah lahir langsung dipulangkan ke rumah," ujar ibu Alisa, Isnawati, Jumat (12/4).

Namun, berselang empat hari setelah Alisa dilahirkan, barulah orang tua Alisa mulai menyadari ada yang tidak beres dengan kondisi Alisa. Kecurigaan pertama muncul ketika perut Alisa mulai tampak membesar dan diketahui bahwa Alisa tak pernah buang air besar selama empat hari itu.

Lalu, Isnawati berinisiatif memanggil dukun bayi di desa setempat untuk memeriksakan kondisi Alisa. Setelah diperiksa, barulah kedua orang tuanya mengetahui bahwa Alisa ternyata tak memiliki lubang anus.

"Saya tidak tahu waktu dilahirkan begitu (tidak punya lubang anus), bidan juga tidak kasih tahu, waktu lahir langsung ditimbang dan dibawa pulang, nanti setelah empat hari baru saya tahu," katanya.

Mengetahui hal itu, Alisa lantas dirujuk ke Puskesmas Baito, lalu dirujuk lagi ke RSUD Kabupaten Konsel, dan akhirnya dibawa ke RSUD Bahteramas Kendari untuk menjalani operasi pembuatan anus sementara.

Biaya pengobatan dan operasi pembuatan anus sementara untuk Alisa ditanggung oleh pemerintah melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS). Alisa dirawat hingga 6 hari, sebelum akhirnya diperbolehkan pulang.

"Setelah dioperasi kondisinya normal, hanya sering batuk dan menangis terus," katanya.

Sehari-hari, Alisa buang air besar melalui perutnya. Sang ibu menyiapkan kantong plastik yang ditempel di perut Alisa agar bayi mungil itu bisa buang air. Isnawati mengatakan, Alisa selalu menangis saat buang air besar, kemungkinan ia merasakan perih dan sakit.

Ia menuturkan, dokter menyarankan agar Alisa menjalani operasi pembuatan anus permanen di Makassar, jika nanti usianya sudah di atas 6 bulan. Proses operasi dan pengobatan Alisa seluruhnya akan ditanggung oleh KIS. Namun, yang menjadi kendala bagi keluarga adalah biaya tiket pesawat, biaya makan, dan biaya hidup sehari-hari di Makassar.

Apalagi, ayah Alisa, Supri Suradi, hanyalah seorang buruh tukang di mebel di desa setempat. Isnawati sendiri hanyalah ibu rumah tangga. Oleh karena itu, mereka mengaku tak punya biaya yang cukup untuk mengobati Alisa ke Makassar.

Terlebih lagi, masih ada tiga anak mereka yang juga harus diurus oleh Supri dan Isnawati. Anak pertama mereka duduk di bangku SMP, anak kedua duduk di bangku kelas 6 SD, dan anak ketiga duduk di bangku kelas 3 SD.

"Suami saya buruh tukang, penghasilan juga tidak menentu, kalau biaya operasi katanya ditanggung, tapi di sana kita butuh tempat tinggal dan makan. Di sana tidak ada keluarga yang kita kenal juga," ujar Isnawati.

Kini, ayah Alisa semakin giat bekerja, 'banting tulang', untuk bisa memberangkatkan anaknya ke Makassar. Usia Alisa yang sudah 6 bulan mengharuskannya untuk segera dioperasi. Apalagi, kondisi kesehatan Alisa mulai memburuk, berat badannya susah naik, mengalami sesak nafas dan demam pula.

Kepala Puskesmas Baito, Harifuddin, membenarkan kondisi Alisa yang lahir tanpa anus. Ia juga membenarkan, Alisa diketahui tak memiliki anus empat hari setelah dilahirkan. 

Saat ditanya, apakah bidan tak memeriksa bayi dengan teliti saat dilahirkan? Ia menjawab bahwa Puskesmas tak memiliki alat yang lengkap untuk mendeteksi kelainan seperti yang dialami Alisa.

Ia juga menyebut bahwa apa yang diderita oleh Alisa merupakan kasus langka dan yang pertama terjadi di Baito.

"Iya, pak, jadi memang empat hari baru dikasih tahu, kelainan seperti itu memang langka, kami Puskesmas tidak punya alat," kata Harifuddin, saat dihubungi kendarinesia.

Harifuddin juga membenarkan bahwa Alisa harus segera dioperasi, tetapi juga harus menunggu agar berat badan Alisa naik dulu hingga dinyatakan cukup untuk menjalani operasi. Terakhir kali berat badan Alisa dicek di Puskesmas, kata Harifuddin, diketahui berat badannya hanya 4 kilogram. Sementara itu, berat badan normal bayi seusianya, jika akan dioperasi, haruslah sekitar 6 sampai 7 kilogram.

"Jadi tunggu berat badannya normal, pak, biar sudah cukup usianya tapi berat badan tidak normal, belum bisa dirujuk ke Makassar," katanya.

Ia mengatakan bahwa seluruh biaya pengobatan Alisa telah ditanggung oleh BPJS Kesehatan melalui KIS. Hanya saja, keluarga butuh ongkos berangkat hingga biaya hidup selama di Makassar.

"Kalau usianya sudah cukup untuk dioperasi, pak, tapi kita masih tunggu berat badannya normal. Apalagi pak, kedua orang tua bayi ini kan kategori tidak mampu, jadi mungkin masih mencari biaya untuk berangkat ke Makassar," kata Harifuddin.

Kini, Isnawati dan Supri hanya bisa berusaha agar memiliki biaya yang cukup untuk membawa anak kesayangannya itu ke Makassar untuk menjalani operasi pembuatan anus permanen, sembari menunggu adanya dermawan yang mau membantu mereka. [] KUMPARAN