HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Viral - Siswa Hajar Petugas Kebersihan Sekolah Hingga Pelipis Robek, Orangtuanya Juga Ikutan

Lentera 24.com | GRESIK -- Belum lama ini publik dibuat geram dengan video viral seorang siswa di Gresik merokok di dalam kelas dan justru ...

Lentera24.com | GRESIK -- Belum lama ini publik dibuat geram dengan video viral seorang siswa di Gresik merokok di dalam kelas dan justru mempersekusi guru yang menegurnya.

Foto : Serambinews
Kini kembali viral video siswa mengianiaya petugas kebersihan sekolah hingga pelipisnya robek dan darah bercucuran.

Ironisnya, aksi siswa itu juga dibantu oleh orang dewasa yang diduga adalah orang tua siswa. Video tersebut diunggah oleh akun Instagram, Yuni Rusmini.

Berdasarkan keterangan dalam unggahan tersebut, penganiayaan tersebut terjadi di SMP Negeri 2 Galesong, Takalar, Sulawesi Selatan.

Mengutip Nakita.id via Grid.id, kronologi kejadian ini berawal dari ketika korban memungut sampah yang ada di luar kelas.

Sebanyak lima siswa yang kemudian disebut pelaku mengejek korban dengan kalimat yang kurang sopan.

Korban yang diduga terpicu amarahnya karena ejekan tersebut pun menampar satu di antara kelima siswa tersebut.

Lalu, seorang siswa tersebut pulang ke rumah dan menyampaikan kejadian yang ia alami kepada orang tuanya. Tak lama setelah kejadian tersebut, orang tua siswa yang menerima laporan itu mendatangi korban.

Ia pun menyuruh si anak beserta teman-temannya untuk memukul korban dengan sapu ijuk yang mengenai kepala sebelah kiri.

Pukulan itu kemudian mengakibatkan luka robek pada kepala sebelah kiri petugas kebersihan tersebut.

Dilansir Tribun Medan, petugas kebersihan yang mengalami persekusi tersebut adalah Faisal Pole (38). Peristiwa pengeroyokan tersebut terjadi Sabtu (9/2/2019).

Saat itu, korban yang tengah membersihkan sampah di depan kelas langsung dianiaya oleh orangtua siswa, MS (48). Tak hanya MS, empat pelajar turut mengeroyok korban.

"Saya sedang bersihkan sampah tiba tiba ada orangtua siswa yang pukul saya, empat siswa juga ikut pukuli saya" kata Faisal Pole saat melaporkan peristiwa yang dialaminya di Mapolsek Galesong pada Senin (11/2/2019), dikutip dari Tribun Medan.

Sebelumnya, korban dan satu siswa terlibat cekcok. Korban kerap diejek dengan kata kasar oleh pelajar itu.

"Pelaku memang nakal dan sering mengucapkan kata tidak sopan baik kepada guru maupun kepada teman-temannya," ujar Kepala SMP Negeri 2 Galesong Hamzah.

Aparat kepolisian yang menerima laporan langsung membekuk lima pelaku masing masing MS serta empat pelajar yakni RA (12), MI (12), ND (12), serta AK (12).

"Korban mengalami luka robek pada bagian kepala dan saat ini lima pelaku pengeroyokan telah kami amankan untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan," kata Kapolsek Galesong, AKP Ikhsanuddin.

Sebelumnya, kasus persekusi di dunia pendidikan terjadi di Gesik, Jawa Timur. Seorang siswa merokok di kelas dan justru mempersekusi guru yang menegurnya.

Peristiwa itu menjadi sorotan bagi dubia pendidikan dan mendapat banyak tahapan dari berbagai pihak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) termasuk pihak yang turut menyoroti kasus tersebut.

Adalah Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan yang memberi tanggapan untuk kasus tersebut. Menanggapi kasus-kasus serupa KPAI memberikan rekomendasi berikut ini:

1. Dari berbagai kasus kekerasan di pendidikan yang terjadi di tahun 2018, baik kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap siswa, siswa terhadap guru dan antara sesama siswa, menunjukkan bahwa banyak sekolah “gagap” menanganinya.

Kegagapan dipicu oleh factor kekhawatiran dianggap melanggar UU Perlindungan Anak.

Padahal, siswa yang melanggar tata tertib bisa diberikan sanksi sesuai ketentuan tata tertib sekolah.

Sepanjang ketentuan tatatertib sekolah sudah berdasarkan kesepakatan bersama, sudah disosialisasikan dan tidak melanggar peraturan perundangan yang berlaku di negeri, maka sekolah dapat menerapkannya.

Siswa yang bersalah haruslah dididik untuk belajar dari kesalahan dan diberikan kesempatan memperbaiki diri.

KPAI mendorong Dinas-dinas Pendidikan, Kemdikbud dan Kemenag untuk mensosialisasikan secara massif UU RI No. 35/2014 tentang Perlindungan dan UU RI No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen.

2. Untuk kasus siswa yang merokok di kelas dan menantang guru, seharusnya tidak selesai begitu saja setelah adanya perdamaian dan saling memaafkan, namun sekolah wajib memberikan sanksi terhadap siswa sesuai dengan kadar kesalahannya.

Disiplin positif bisa dilakukan, misalnya dengan memberikan skorsing bagi siswa ybs selama 2 minggu.

Dan selama 2 minggu tersebut, siswa yang bersangkutan diwajibkan untuk melakukan assesmen psikologis didampingi orangtua siswa ke P2TP2A setempat.

Jika dalam assessmen dibutuhkan terapi psikologis untuk meredakan sikap agresifnya maka siswa dan orangtua wajib menjalaninya hingga tuntas.

3. Kasus-kasus kekerasan yang dilakukan siswa, baik terhadap sesama siswa maupun orang dewasa lainnya, biasanya sangat dipengaruhi oleh pola asuh di lingkungan keluarga.

Ayah-ibu adalah model utama bagi anak-anak untuk meniru.

Jika pola asuh positif yang diterapkan maka besar kemungkinan anak menjadi pribadi yang matang, penuh kasih sayang, dan mandiri.

Kehangatan keluarga juga sangat mempengaruhi perilaku anak di sekolah dan di masyarakat.

Oleh karena itu, para orangtua siswa di SMP ini wajib diberikan kelas parenting untuk memberikan pengetahuan bagaimana mendidik dan menerapkan pola asuh positif dalam keluarga.

4. Terkait kegagapan guru dan sekolah dalam mencegah dan menangani kekerasan di sekolah, pemerintah daerah (Dinas Pendidikan) dan pemerintah pusat (Kemdikbud) wajib menyelenggarakan pelatihan-pelatihan guru dalam “manajemen pengelolaan kelas yang baik”.

Para guru harus dibekali bagaimana menghadapi situasi sulit saat berhadapan dengan siswa yang memiliki kecenderungan “agresif”.

5. Program penguatan pendidikan karakter di sekolah dalam prakteknya belum membumi, masih diawang-awang bagi banyak guru dan kepala sekolah, sehingga banyak sekolah yang belum paham bagaimana mengimplementasikannnya.

Sementara itu, karakter seorang anak sangat dipengaruhi oleh pola asuh dalam keluarga sebagai penanaman karakter pertama dan utama.

Namun, sebagaimana dinyatakan Ki Hajar Dewantara, Tri pusat pendidikan, pendidikan tidak hanya di lingkungan sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat.

Jadi sangat tidak adil kalau kasus-kasus semacam ini selalu menjadikan sekolah sebagai kambing hitam karakter siswa yang dianggap buruk. [] SERAMBINEWS