HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Cut Meutia : Wali Nanggroe Merupakan Amanah MoU

Lentera 24.com | LHOKSEUMAWE -- Politisi Partai Aceh, Cut Meutia mengecam politisi yang mempolitisasi kekhususan Aceh sebatas isu politik di...

Lentera24.com | LHOKSEUMAWE -- Politisi Partai Aceh, Cut Meutia mengecam politisi yang mempolitisasi kekhususan Aceh sebatas isu politik di musim pileg saja. Terhadap keberadaan Lembaga Wali Nanggoe (LWN) sosok yang akrab disapa Cut Farah itu menghimbau politisi untuk berpolitik apa adanya saja, tidak perlu berlebihan, sebab rakyat Aceh tidak buta politik.


“Tidak perlu berlagak sebagai kesatria baja hitam dalam kondisi negeri yang aman dan tentram. Nyo ken nanggro prang, jadi hana perle peget dro ke pehlawan,” kecam politisi Partai Aceh itu, Jumat (16/11).

Menurutnya, kekhususan Aceh yang termaktub di dalam MoU bukan barang mainan para politisi, tetapi hal krusial yang harus dijalankan dan diimplementasikan.

“Kalau tidak mampu menjalankannya, mininal jangan menghancurkan dan menjadikannya barang mainan yang bisa dikoar-koar sesuka hati pemangku kepentingan,” kecam Cut Meutia.

Selain itu, keberadaan LWN merupakan hasil kesepahaman antara Republik Indonesia dengan GAM sudah sangat jelas tertuang dalam MoU Helsiky Pasal 1.1.7, yang kemudian diturunkan dalam UUPA dan diatur lebih rinci dengan qanun wali nanggroe.

“Sebagai lembaga yang memiliki kekhususan dan keistimewaan, LWN sudah final. Jika terjadi kekurangan dengan qanun, cukup merevisi qanunnya saja, tak perlu teriak-teriak harus bubar dan harus ini dan itu,” katanya.

Sosok yang juga aktif dalam perundingan damai Aceh itu menduga penggunaan kekhususan Aceh sebagai isu politik hanya untuk kepentingan penambangan suara di musim pemilihan legislatif 2019.

Mantan aktivis Perempuan Merdeka mempertanyakan motif para politisi yang saban musim pemilu selalu mengangkat isu-isu kekhususan Aceh, seperti Lembaga Wali Nanggroe, bendera Aceh dan himne.

“Itukan semata politik menambang suara, yang habis terpilih justru tidak aktif memperjuangkan penguatan kekhususan Aceh, hasil dari perdamaian yang didukung oleh semua, termasuk oleh dunia internasional, ini jelas sensasi politik yang berbahaya, ” tegasnya.

Disebut sensasi politik yang berbahaya karena isu yang dilempar oleh politisi akan menjadi perdebatan publik, yang karena tidak dimoderasi sehingga cenderung rawan membelah masyarakat dalam kubu pendukung dan penentang.

“Jangan bawa atmosfir Pilpres 2019 ke Aceh, jika kalian memang pecinta perdamaian Aceh, ” sebutnya.

Cut Meutia menantang semua politisi khususnya caleg DPR dan DPD untuk menawarkan gagasan politik mereka terkait menjaga regulasi Aceh agar tidak terus tergilas oleh regulasi nasional.

“Selama ini terbukti mereka tidak mampu menjaga regulasi Aceh, sehingga Aceh kerap berjibaku dengan konflik regulasi, apa juga peran mereka selama ini, apa hanya bisa tampil secara retorik di musim pemilihan saja? ” tantang Cut Muetia.

Cut Meutia memberi warning kepada semua politisi agar jangan sampai rakyat memasukkan dalam daftar blacklist politisi busuk yang akan diabaikan oleh rakyat pemilih.

“Bek sampe meunanlah, malee teuh, hana deuh le kualitas ketokohan politisi Aceh, antene cuma terbatas lam nanggroe sagai, beudoh teungku meutuah, ” tutupnya. [] L24-004 (Razzaq)