HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Guru Aniaya Anak Didik SMA 1 Kejuruan Muda | Klarifikasi Berita

Yuli Mahardika (24) Guru Fisika SMAN. 1 Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang, menanggung malu dan tidak tahu harus mengadu kemana ?. Pasaln...

Yuli Mahardika (24) Guru Fisika SMAN. 1 Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang, menanggung malu dan tidak tahu harus mengadu kemana ?. Pasalnya dirinya diberitakan disalah satu media cetak harian, yang memberitakan bahwa Yuli tenaga pendidik yang jago taekwondo melakukan tindakan seperti suku barbar dengan cara meninju siswa yang mengakibatkan dua giginya copot.

Dara manis kelahiran Tanjung Pura Kab. Langkat tahun 1987 silam beserta Kepala Sekolah, Pengawas Dikmen Dinas Pendidikan Kab. Aceh Tamiang Dewan Guru melakukan Konferensi Pers guna mengklarifikasi identifikasi pemberitaan tersebut. Kepada beberapa wartawan yang menghadiri konferensi pers, Yuli yang akrab disapa membeberkan kronologis peristiwa yang sebenarnya.

Yuli, awalnya pada jam 1-2 hari Rabu (27/4), Yuli berkeliling mengecheck keadaan kelas dan guru sudah hadir dikelas masing-masing. Pada saat itu Yuli melihat M. Alwi Supriyatna bersama temannya Agus Sarifuddin duduk diatas sepeda motor yang diparkir didepan kelas Xb. Yuli melintas sembari bertanya, “Alwi kenapa duduk diluar nak”, Alwi yang akrab disapa menjawab, “saya pemain bola ibu”. Spontan Yuli memerintahkan Alwi untuk masuk keruangan kelasnya karena Ibu Dini Guru Bidang Studi Matematika sudah masuk kekelas. Yuli sangat mengenal Alwi ini dan Yuli pun pernah menjadi Wali Kelas Xf dimana Alwi didalam pembinaannya, setau Yuli fisik Alwi lemah, kenapa dia main bola ???, fikirnya.

Karena merasa penasaran Yuli pun mengecheck kebenarannya sekaligus berkoordinasi dengan Pak Novri, Pak Miswar dan Pak Azhar yang pada saat itu bersiap untuk memberangkatkan tim sepakbola yang akan bertanding. Yuli pun bertanya kepada Pak Novri tentang Alwi yang ikut bertanding, namun Pak Novri mengatakan bahwasanya Alwi bukan pemain sepakbola. Yuli bergumam didalam hatinya ternyata Alwi membohongi guru kelas dengan mengatakan bahwa ia seorang pemain bola. Dengan kekesalan Yuli menegur sembari mengatakan “Alwi kenapa jadi pembohong besar nak ?, kamu kan tahu saya paling tidak suka dibohongi, kenapa Alwi membohongi ibu”. Yuli mengakui bahwa ia ada menepis mulut Alwi dan menutup bibir Alwi karena kesalnya tetapi itu semata-mata demi kebaikan Alwi. Yuli menambahkan bahwasanya ia tidak melakukan tamparan seperti yang diberitakan, hanya memberi peringatan dengan kasih sayang, ungkapnya.

Yuli membeberkan kronologis penepisan mulut Alwi tersebut, ianya mendapat perlawanan dari Alwi yang menangkis tepisan, Yuli berujar “kenapa Alwi melawan sembari mencoba menutup mulutnya tetapi bukan dilakukan dengan emosi dan kekerasan, hanya semata-mata rasa sayang Yuli terhadap anak didiknya tersebut. Dan tak dapat dipungkiri bahwa Yuli sangat menyayangi Alwi sejak ia menjadi Wali kelasnya.

Yuli menyesalkan atas tuduhan yang menyebutkan ia seorang ahli taekwondo, karena setelah kejadian tersebut dua gigi Alwi tidak copot dan mulutnya tidak berdarah. Bukan seperti yang diberitakan oleh media cetak harian tersebut, itu tidak benar !, ucapnya dengan mata yang berbinar-binar.

Pasca kejadian, Yuli meninggalkan Alwi dan berpesan “cepat masuk nak kekelas”. Kondisi Yuli pun saat itu kurang sehat dengan mengenakan jaket, namun karena Wakil Kurikulum sedang sakit tugas diserahkan kepada Yuli selaku Staf Pengajaran yang fungsinya mengecheck masing-masing kelas, itulah fakta yang sebenarnya, pungkasnya.

Ditempat yang sama, salah seorang guru yang menerima kedatangan tamu pasca kejadian mengatakan, Yahya, “bahwasanya ada tiga orang yang mendatangi sekolah, salah satu diantaranya anggota DPRK Aceh Tamiang (Bukhari, SE), yang dua orang lagi ia tidak mengenalnya serta mengikutsertakan Alwi”. Bukhari langsung bertanya “apakah benar telah terjadi insiden pemukulan di sekolah ini”, Yahya pun menjawab, Saya tidak mengetahui kalau ada insiden pemukulan disekolah ini. Akunya.

Sambung Yahya, kemudian terjadi dialog antara dirinya dengan anggota DPRK tersebut. Kemudian Bukhari menyambung pembicaraan dengan mengatakan “ada salah seorang guru memukul anak saya ini” sambil menunjuk Alwi. Yahya pun terperanjat dengan pengakuan Alwi, karena belum ada informasi yang sampai kepadanya. Setahu Yahya, Alwi ini siswa kelas XI IPS 4, dan ia berkeinginan ikut menonton pertandingan sepakbola, padahal ia bukan seorang pemain bola. Proses pemukulan tersebut Yahya mengakui tidak mengetahui, jelasnya.

Cerita punya cerita, anggota DPRK Aceh Tamiang tersebut mengakui hanya mewakili wali siswa tersebut, dan sebelum anggota DPRK beserta tiga orang lainnya meninggalkan sekolah, Bukhari berpesan “jangan ada lagi pemukulan-pemukulan seperti ini”. Yahya pun berpikir, mungkin setelah kedatangan anggota DPRK Aceh Tamiang tersebut bisa terselesaikan. Namun tidak seperti yang diharapkannya, ternyata peristiwa insiden tersebut dimuat salah satu media cetak harian.

Menanggapi pemberitaan tersebut, Nuraini, S.Pd, Suryani, S.Pd, Yuli Mahardika beserta Dewan Guru melakukan upaya perdamaian dengan orang tua Alwi baik itu mengikuti peraturan dan perundang-undangan maupun secara kekeluargaan. Suryani, S.Pd selaku pengawas Dikmen Dinas Pendidikan Kab. Aceh Tamiang menganjurkan Kepala Sekolah (Nuraini, S.Pd) untuk datang kerumah orang tua Alwi dengan membawa Yuli dan beberapa orang guru.

Saat ditemui orang tua Alwi dirumahnya, Isminnur yang merupakan orang tua laki-laki Alwi menghendaki Yuli mengucapkan prihal perdamaiannya. Dengan agak kebingungan Yuli berkata “berdamainya gimana pak ?”. Orang tua Alwi berkata dengan nada emosi “masak harus saya ajarkan lagi”.

Pihak keluarga Alwi menuntut kerugian sebesar Rp. 20.000.000, tetapi pihak sekolah SMAN. 1 Kejuruan Muda tidak menyanggupinya. Akhirnya Nuraini, S.Pd dan rombongan memutuskan untuk kembali kesekolah guna musyawarah mufakat. Sesampainya disekolah dilakukan rapat di Mushalla yang keputusannya mengutus Miswar dan Sulaiman untuk datang kembali kerumah orang tua Alwi dengan membawa pesan bahwa pihak sekolah siap melakukan peusiejeuk dan biaya pengobatan sebesar Rp. 2.000.000, karena hanya segitu kemampuan Yuli Mahardika.

Menurut Miswar yang saat itu diutus mengatakan, pukul 15.30 wib Miswar dan Sulaiman berangkat menuju rumah orang tua Alwi di Jln. Dumai Komperta Rantau. Sesampainya Miswar langsung mengutarakan putusan musyawarah mufakat kepada orang tua Alwi, diakhir pembicaraan tersebut miswar sempat mengatakan “karena kita sama-sama orang/suku Aceh, dan mungkin orang lainpun sama kalau ada kejadian yang seperti ini” dan kesanggupan pihak sekolah hanya sebatas melakukan peusiejeuk dan biaya pengobatan sebesar Rp. 2.000.000. kemudian orang tua Alwi (Isminnur) mengatakan, kami sudah melakukan musyawarah keluarga dengan keputusan tetap menuntut ganti rugi sebesar Rp. 20.000.000, tidak hanya itu Isminnur mengatakan lagi “kalau cocok dengan tawaran kami, besok datang lagi walaupun uangnya belum ada, agar ada kata damai”, demikian Miswar menirukan.

Demi mencari fakta yang sesungguhnya dihadirkan pula saksi yang mengetahui peristiwa yang diberitakan tersebut, Agus Sarifuddin siswa kelas XI IPS 4, Agus juga dimintai keterangannya di Polres Aceh Tamiang mengatakan “setelah terjadi peristiwa antara Yuli dan Alwi, Agus tidak melihat ada tanda bekas pukulan, memar, lembam ataupun dua giginya copot. Bahkan Alwi ikut menonton pertandingan sepakbola sambil berteriak riang kegirangan”. Agus mengakui ketika ditanya Juper Polres Aceh Tamiang tentang teknikpemukulan terhadap Alwi, Agus menjawab ia hanya melihat tepisan tangan Yuli sambil menutup mulut Alwi terkesan hanya peringatan kasih sayang seorang guru kepada anak didiknya. Kemudian ditanya, kenapa dipukul ?, karena Alwi berbohong mengaku pemain sepakbola tetapi kenyataannya hanya supporter (penonton), terangnya.

Ketua seksi olahraga OSIS, Fahrul Rozi Umar mengatakan, “sebenarnya pertandingan sepakbola tersebut tidak mengikutsertakan supporter tetapi karena akal-akalan Alwi saja maka ia ikut serta dengan tim sepakbola”. Fahrul Rozi Umar menurut sepengetahuannya ketika Alwi di lapangan sepakbola SMA Percontohan Karang Baru pergi bersama temannya. Menurut Fahrul Razi yang merupakan pemain tim sepakbola SMAN. 1 Kejuruan Muda, “Alwi hanya supporter. Andre Surya siswa kelas XI IPS 4, “kondisi Alwi setelah menonton sepakbola biasa-biasa saja tidak ada tanda bekas pukulan, memar, lembam, berdarah maupun dua giginya copot. Alwi juga tidak menceritakan tentang pemukulan karena saat itu Alwi makan dikantin sambil tertawa riang kegirangan, demikian keterangan yang diberikan saksi.

Suryani, S.Pd selaku pengawas Dikmen Dinas Pendidikan Kab. Aceh Tamiang dan SMAN. 1 Kejuruan Muda merupakan sekolah binaannya pada kesempatan tersebut mengatakan, pada hari senin (9/5) pihak sekolah dipanggil Polres Aceh Tamiang dan kebetulan bertemu dengan orang tua perempuan Alwi (Ainul Mardhiah), namun dilihat sikapnya sepertinya tidak mau berdamai.

Suryani, S.Pd menambahkan, waktu itu Kasat Reskrim (Ibrahim. F, SH) mengatakan, “saya ditugaskan Kapolres untuk mediasi dan Ibrahim sebagai mediatornya, tetapi nampaknya tidak bisa !, karena kedua-duanya tidak mau melangkah selangkah”. Dari pihak sekolah hanya mampu menyanggupi biaya pengobatan sebesar Rp. 2.000.000 dan Peuseujeuk akan dilakukan, namun orang tua Alwi (Ainul Mardhiah) tidak terima. Akhirnya pihak Polres Aceh Tamiang memberikan tempo satu minggu kepada pihak keluarga Alwi, kata Ibrahim.

Nuraini, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMAN. 1 Kejuruan Muda menyesalkan atas pemberitaan tersebut, sambil meyakinkan ia bertanya kepada Yuli, “Apa benar ibu Yuli ahli taekwondo ?” langsung spontan dijawab Yuli “tidak ada ibu, belajar dimana saya taekwondo”. Akibat pemberitaan sebelah pihak dan tidak berdasarkan informasi yang sebenarnya nama baik sekolah tercemar dan menjatuhkan kredibilitas seseorang, sesalnya.

Sepengetahuan Nuraini, S.Pd melalui Yuli Mahardika bahwasanya “awalnya Alwi yang menitipkan kesekolah ini adalah wali kelasnya yang merupakan guru SMAN. 2 Kejuruan Muda, bukan orang tuanya langsung”. Karena walinya berpesan kepada Yuli agar membimbing Alwi dan Yuli pun menjalankan amanah yang sudah diembankan kepadanya. Harapan dari pihak sekolah hanya mengingatkan anak. Anak didik sudah dititipkan disekolah agar dibimbing dan tidak mungkin ada kekerasan disekolah ini, kami hanya sebatas itu dan janganlah guru ini direndahkan !, pintanya seraya mengakhiri konferensi pers.

Tulisan | Liputan Tim Bidik Indonesia Kabupaten Aceh Tamiang